Pengalihanlahan resapan air menjadi perumahan akan mengakibatkan * - 40625874 maulanarizky2409 maulanarizky2409 28.04.2021 IPS Sekolah Dasar terjawab 1. Pengalihan lahan resapan air menjadi perumahan akan mengakibatkan * a. banjir b. kemarau c. gersang d. longsor 2. b. alih fungsi daearah resapan air c. pengikisan batuan oleh air ArticlePDF Available AbstractAs the capital of the province of East Kalimantan, Samarinda City developments has a rapid progress from year to year. Samarinda City Development has a tendency oriented towards infrastructure development without regard to the existence of the quality of the existing environment. Imbalance of development in Samarinda city is to start decreasing the water catchment area, so its make increasing intensity of flood in the Samarinda City. The purpose of this study was to analyze the impact of changes in land use in the Samarinda city on the ability of the water catchment area. This research method using descriptive approach, the data collection system of primary and secondary. Intensity flood in the Samarinda city is increasing from year to year, this condition happened as a problem that always occurs during the rainy season. Current development trends, always take an area that should be an infiltration area for Samarinda City. Culture and inadequate infrastructure conditions such as lack of system of drainage and polder, was another factor causing the high intensity of flood in Samarinda City. Therefore, the relevant regulations development guidelines for Samarinda City must consider all aspects of planning, in this case especially the important of a balance of cultivated land and protected areas or zones. Keywords Changes in land use; intensity of puddles; Samarinda Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 70 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 1 No 1 2019, 69-82 P-ISSN 1858-3903 and E-ISSN 2597-9272 DAMPAK PERUBAHAN GUNA LAHAN TERHADAP KEMAMPUAN RESAPAN AIR KASUS KOTA SAMARINDA THE IMPACT OF LAND USE CHANGES TO WATER ABSORBTION ABILITY CASE KOTA SAMARINDA Warsilan1 FEB Universitas Mulawarman, Kampus Gn. Kelua Samarinda, Kaltim; warsilan_moch Info Artikel  Artikel Masuk 17 Oktober 2018  Artikel diterima 26 Oktober 2018  Tersedia Online 24 Mei 2019 1. PENDAHULUAN Kota Samarinda merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur sebagai kota tepian sungai, tidak lepas dari keberadaan sungai-sungai besar DAS Sungai Mahakam dan Sub DAS Karang Mumus yang membelah wilayah Samarinda menjadi dua bagian yaitu Samarinda Seberang dan Samarinda Kota. Keadaan morfologi Kota Samarinda sangat sensitif untuk dikembangkan, wilayah bagian utara merupakan daerah ABSTRAK Sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, perkembangan Kota Samarinda mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Pembangunan Kota Samarinda kecenderungan berorientasi terhadap pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan keberadaan kualitas lingkungan yang ada. Ketidakseimbangan pembangunan yang ada di Kota Samarinda adalah mulai berkurangnya area resapan air yang ada, sehingga berdampak pada meningkatnya intensitas genangan air yang ada di Kota Samarinda. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak perubahan guna lahan yang ada di Kota Samarinda terhadap kemampuan resapan air wilayah Kota Samarinda. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan sistem pengumpulan data secara primer dan sekunder. Intensitas genangan air pada wilayah Kota Samarinda selalu meningkat dari tahun ke tahun, kondisi ini sebagai suatu permasalahan yang selalu terjadi pada saat musim hujan. Kecenderungan pembangunan saat ini, mengarah pada area yang seharusnya menjadi resapan catchman area bagi Kota Samarinda. Budaya masyarakat dan kondisi infrastruktur yang tidak memadai dalam hal ini adalah sistem drainase dan polder, merupakan faktor lain penyebab tingginya intensitas genangan air di Kota Samarinda. Oleh sebab itu peraturan terkait arahan pembangunan Kota Samarinda harus memperhatikan segala aspek perencanaannya, dalam hal ini adalah memperhatikan keseimbangan lahan budidaya dan lahan untuk zona kawasan lindung. Kata-kata Kunci Perubahan guna lahan; genangan air; Samarinda ABSTRACT As the capital of the province of East Kalimantan, Samarinda City developments has a rapid progress from year to year. Samarinda City Development has a tendency oriented towards infrastructure development without regard to the existence of the quality of the existing environment. Imbalance of development in Samarinda city is to start decreasing the water catchment area, so its make increasing intensity of flood in the Samarinda City. The purpose of this study was to analyze the impact of changes in land use in the Samarinda city on the ability of the water catchment area. This research method using descriptive approach, the data collection system of primary and secondary. Intensity flood in the Samarinda city is increasing from year to year, this condition happened as a problem that always occurs during the rainy season. Current development trends, always take an area that should be an infiltration area for Samarinda City. Culture and inadequate infrastructure conditions such as lack of system of drainage and polder, was another factor causing the high intensity of flood in Samarinda City. Therefore, the relevant regulations development guidelines for Samarinda City must consider all aspects of planning, in this case especially the important of a balance of cultivated land and protected areas or zones. Keywords Changes in land use; intensity of puddles; Samarinda Copyright © 2019JPWK-UNDIP This open access article is distributed under aCreative C ommons Attribution CC-BY-NC-SA International license. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 71 bergelombang dan juga merupakan daerah resapan air sedangkan untuk wilayah bagian selatan cenderung berbukit dan banyak terdapat daerah patahan. Oleh karena itu, tidak mudah untuk menetapkan daerah-daerah layak bangun untuk di kembangkan di Kota Samarinda, sehingga diperlukan konsep-konsep perencanaan yang memperhatikan kondisi-kondisi morfologi kota Samarinda. Sesuai kondisi forfologi yang demikian, maka sistem resapan air berdasarkan pola aliran air tanah run off mengalami hambatan dan umumnya mengalir menempati daerah tangkapan air catchment area berupa cekungan pada dataran-dataran rendah rawa yang kemudian secara alami mengalir ke outlet DAS Mahakam yang berada di tengah kota Samarinda. Kota Samarinda telah berkembang dari kota sedang menjadi kota besar sebagaimana berkembangnya kota-kota besar di Indonesia, yang membutuhkan peningkatan penyediaan sarana dan prasarana bagi kehidupan penduduk sosial-ekonomi, dengan perwujudan semakin masifnya kawasan terbangun yang berada pada kawasan-kawasan tangkapan air catchment area. Dilema antara kepentingan pengembangan wilayah infrastruktur dengan upaya pelestarian lingkungan di Kota Samarinda sebagaimana telah digambarkan, mewakili kompleksitas konflik antara pembangunan dengan lingkungan yang menuntut penyelesaian secara cermat. Pengembangan infrastruktur kota yang mengancam kelestarian sumber daya lahan dalam meresapkan air hujan di Kota Samarinda mutlak harus berdampingan dengan upaya konservasi, karena pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan keberlanjutan ekologi merupakan kunci keberhasilan dari pengembangan wilayah Sonny, 2002. Dalam teoritis Perubahan Penggunaan Lahan atau Perubahan tata guna lahan adalah berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan fungsi tutupan lahan dari kawasan konservasi lahan hijau menjadi kawasan terbangun permukiman akan memperberat tekanan terhadap kondisi lingkungan antara lain pengaruhi besarnya laju erosi dan sedimentasi di wilayah hulu, menimbulkan banjir dan genangan diwilayah hilir, serta tanah longsor dan kekeringan. Pergeseran fungsi lahan di kawasan pinggiran, dari lahan pertanian dan tegalan atau kawasan hutan yang juga berfungsi sebagai daerah resapan air, berubah menjadi kawasan perumahan, industri dan kegiatan usaha non pertanian lainnya, berdampak pada ekosistem alami setempat. Fenomena ini memberi konsekuensi logis terjadinya penurunan jumlah dan mutu lingkungan, baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu menurunnya sumberdaya alam seperti, tanah dan keanekaragaman hayati serta adanya perubahan perilaku tata air siklus hidrologi dan keanekaragaman hayati. Perubahan siklus hidrologi adalah terjadinya perubahan perilaku dan fungsi air permukaan, yaitu menurunnya aliran dasar base flow dan meningkatnya aliran permukaan surface runoff, yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan tata air hidrologi dan terjadinya banjir dan genangan di daerah hilir. Perubahan fungsi lahan dalam suatu DAS juga dapat menyebabkan peningkatan erosi, yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan sungai atau saluran air Suripin, 2003 223. Hal ini diperkuat dengan penelitian Radhea Giarkenang Nur Fauzi, Dwiyono Hari Utomo, Didik Taryana 2018 tentang Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak di Sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan lahan yang banyak mengalami perubahan alih fungsi yaitu hutan. Pengaruh luas penggunaan lahan terhadap debit puncak adalah sebesar 32,4%. Dari hasil dari uji regresi simultan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap debit puncak. Jenis penggunaan lahan yang berpengaruh signifikan terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun dan lahan kosong. Dari jenis penggunaan lahan tersebut, jenis penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun. Adapun Faktor yang mempegaruhi perubahan guna lahan dalam eksesistensi berupa bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe tata guna lahan yang lain dari suatu waktu ke Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 72 waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda Wahyunto et al., 2001. Perubahan tata guna lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Perubahan tata guna lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut McNeill et al., 1998 faktor-faktor yang mendorong perubahan tata guna lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan yang mempengaruhi terhadap pola perubahan tata guna lahan. Perubahan tata guna lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan. Perubahan tata guna lahan tersebut akan berdampak terhadap manusia dan kondisi lingkungannya. Menurut Suratmo 1982 dampak suatu kegiatan pembangunan dibagi menjadi dampak fisik-kimia seperti dampak terhadap tanah, iklim mikro, pencemaran, dampak terhadap vegetasi flora dan fauna, dampak terhadap kesehatan lingkungan dan dampak terhadap sosial ekonomi yang meliputi ciri pemukiman, penduduk, pola lapangan kerja dan pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ada. Dengan adanya perubahan lahan atau alih fungsi lahan akan berdampak sebagaimana menurut Firman dalam Widjanarko; 2006 bahwa alih fungsi lahan yang terjadi menimbulkan dampak langsung maupun dampak tidak langsung. Dampak langsung yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan berupa hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi dalam infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap, dan masalah lingkungan. Kemudian dampak tidak langsung yang ditimbulkan berupa infasi penduduk dari wilayah perkotaan ke wilayah tepi kota. Demikian pula menurut Situmeang 1998, perubahan struktur ekonomi dimana telah terjadi peningkatan peranan sektor non-pertanian terhadap perekonomian dapat mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah pengkotaan. Selanjutnya, perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa dan sektor non-pertanian lainnya. Sedangkan faktor pengaruh peresapan air hujan menurut Kibler 1982, dalam Adianti dan Maryanti, 2000, pada dasarnya terdapat dua hal utama yang berkaitan dengan proses perkembangan kota yang menyebabkan perubahan utama dalam proses limpasan air permukaan 1. Penutupan sebagian atau seluruh bagian dari daerah tangkapan air dengan kawasan terbangun imprevious area seprti jalan, bangunan, dan area parkir dapat menyebabkan kapasitas infiltrasi atau penyerapan airnya menurun drastis bahkan mendekati nilai nol. 2. Meningkatnya volume air yang harus dibawa kapasitas pengangkutan air oleh jaringan pengaliran. Jaringan pengaliran yang alami pada dasarnya lebih rapi, dalam dan berkelok-kelok, sedangkan saluran air drainase dan saluran air hujan buatan sudah terpasang dengan aturan tertentu. Menurut Leopold 1977, dalam Adianti, 2015, pengaruh utama dari perubahan tutupan lahan terhadap kondisi hidrologi perkotaan yaitu 1. Berubahnya volume limpasan air permukaan runoff secara total 2. Berubahnya volume keluaran discharges limpasan air permukaan saat puncak 3. Berubahnya kecepatan limpasan air permukaan 4. Berubahnya kemampuan fasilitas hidrologi yang ada Perubahan penggunaan lahan dan perbedaan sifat-sifat tanah yang meliputi alih fungsi lahan yang semula ada vegetasi menjadi lahan yang tak ada atau minim vegetasi mengakibatkan laju infiltrasi dan perkolasi pada tanah menjadi berubah. Pada awalnya merupakan lahan yang memungkinkan terjadinya infiltrasi yang Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 73 besar berubah menjadi pemukiman penduduk dan jalan-jalan desa yang kurang memungkinkan terjadinya proses infiltrasi yang cukup besar, menyebabkan semakin berkurangnya daerah resapan air hujan secara langsung. Sebagaimana dengan penelitian Sundari 2015, Kajian Kondisi Bio Fisik, Debit Banjir dan Kapasitas Tampung Air Sungai pada SubDAS Karang Mumus dan SubDAS Karang Asam di wilayah Kota Samarinda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi biofisik seperti bentuk DAS, topografi, tanah dan tutupan lahan pada kawasan DAS Samarinda secara simultan dapat mempercepat kejadian bencana banjir di wilayah kota Samarinda. Faktor utama adalah tutupan lahan dominan berupa semak belukar, permukiman dan pertambangan serta lahan terbuka. Sehingga dapat mengurangi resapan air dan meningkatkan intensitas genangan air berupa terjadinya banjir. Penelitian Pontoh dan Sudrajat 2005, Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor. Dari penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa pergeseran perubahan guna lahan dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun di daerah perkotaan akan besar pengaruhnya terhadap lingkungan, terutama terhadap tata air di kota yang bersangkutan maupun daerah sekitarnya. Belajar dari pengalaman yang dihadapi perkotaan, karena kondisi geografisnya baik lokasi maupun fisik, pertimbangan pengaruh perubahan guna lahan terhadap limpasan dan resapan air menjadi sangat penting dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya. Penelitian Yulistiani dan Widjanarko 2013, tentang; Pengaruh perubahan guna lahan terhadap pelayanan Drainase di Kawasan sekitar Kampus UNDIP Tembalang. Hasil penelitian perubahan setiap jenis lahan di daerah hulu dan hilir DAS memberikan pengaruh yang significant terhadap debit limpasan air. Jenis lahan yang memberikan pengaruh besar adalah permukiman. Pada debit yang melebihi kapasitas dan daya dukungnya akan menimbulkan genangan air atau banjir. Pesatnya perubahan guna lahan menjadi lahan terbangun di kawasan perkotaan yang tidak memperhatikan fungsi lahan sebagai resapan air, sehingga debit limpasan air menjadi meningkat dan mendorong timbulnya permasalah banjir di Kota Samarinda. Hal ini searah dengan hasil penelitian Santi Sari 2011, Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Model Kineros, hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan berpengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan yang terjadi atau terdapat korelasi antara penggunaan lahan dengan besarnya tinggi limpasan permukaan. Demikian pula dalam penelitian Merry Yelza dkk. 2012, yang berjudul Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukittinggi, hasil penelitian adalah; Pertama, tata guna lahan mempunyai pengaruh terhadap besarnya limpasan permukaan, yang dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien limpasan. Kedua, peningkatan koefisien limpasan akibat perubahan tata guna lahan berbanding lurus dengan peningkatan debit limpasan yang terjadi. Konsekuensi dari pengembangan Kota Samarinda sebagai pusat kota Propinsi Kalimantan Timur adalah semakin terpinggirnya wilayah atau area yang menjadi wilayah tangkapan air. Dampak yang sangat signifikan dirasakan adalah semakin meningkatnya intensitas genangan air pada musim hujan, dan luasan area genangan yang terjadi di wilayah kota Samarinda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh Penataan Ruang yang kurang sesuai ataupun pelaksanaan pembangunan yang menyimpang dari rencana. Dengan demikian perlu adanya upaya pengendalian melalui penata gunaan lahan dengan memasukkan aspek lingkungan, khususnya mengenai dampaknya terhadap limpasan air permukaan yang terdapat dalam RTRW bagi kota-kota yang berada di Daerah Aliran Sungai seperti Kota Samarinda. Selain itu kondisi fisik daerah dan karakteristik yang dimiliki ikut menjadi andil dalam mempengarui terjadinya perubahan dan intensitas air limpasan sebagaimana penelitian Anna A. Noor 2014, Analisis Potensi Limpasan Permukaan Sungai Bengawan Solo, bahwa berdasarkan interpretasi citra landsat yang memperhitungkan peran 4 parameter permukaan lahan yaitu topografi, tanah, cover, dan surface storage, maka parameter topografi merupakan parameter yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 74 potensi air permukaan. Hal ini akan berakibat terhadap peningkatan debit banjir sebagaimana penelitian Nurdiyanto dkk. 2016, Analisis Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di SubDAS Pekalen Kabupaten Probolinggo, hasil penelitian berdasarkan analisa limpasan permukaan metode Curve Number dengan software HEC HMS menunjukkan bahwa perubahan tata guna lahan yang mengakibatkan nilai Curve Number meningkat 0,59% maka, debit banjir yang akan terjadi juga mengalami peningkatan sebesar 1,99%. Benturan antara kebijakan pembangunan budidaya dengan konservasi fungsi lindung di Kota Samarinda perlu ditengahi dengan melahirkan sebuah pemahaman komprehensif mengenai pengembangan wilayah yang bersinergi. Kemampuan lahan dalam meresapkan air hujan merupakan hal penting dan perlu dijaga, mengingat luasnya pengaruh dampak. Permasalahan studi yang diangkat pada penelitian ini adalah; bagaimana dampak perubahan lahan terhadap intensitas kemampuan resapan air di wilayah kota Samarinda, yang disebabkan oleh semakin meluasnya kawasan terbangun perumahan dan pertambangan, yang tidak diimbangi dengan penangan sistem drainase yang baik di kota Samarinda. Dengan demikian, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut 1. Bagaimanakah karakteristik perubahan guna lahan di wilayah studi, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan guna lahan ? 2. Bagaimanakah implikasi perubahan guna lahan terhadap kemampuan peresapan air? Tujuan penelitian ini antara lain adalah 1 Untuk mengetahui jenis perubahan lahan, besaran dan lokasi perubahan guna lahan dalam periode tahun 2000-2016 di wilayah Kota Samarinda. 2 Teridentifikasinya faktor-faktor yang terkait dengan perubahan lahan pada periode tahun 2000-2016 di wilayah kota Samarinda, serta dampak perubahan guna lahan terhadap kemampuan resapan air di kota Samarinda. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa masukan dalam perencanaan pembangunan kota melalui pengendalian pemanfaatan Tata Ruang Wilayah Kota Samarinda yang memperhatikan keseimbangan lingkungan dan daya dukung lingkungan. 2. DATA DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah termasuk dalam jenis penelitian deksriptif descriptive research. Penelitian deksriptif descriptive research adalah penelitian yang berusaha untuk pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menganalisis data dan menginterpretasi data. Penelitian ini juga bersifat komparatif dan korelatif Achmandi & Narbuko, 2012. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 bulan Januari bulan April atau selama 4 empat bulan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan, baik literatur sebagai referensi teoritis maupun dokumen dari instansi terkait. Teknik survey yang digunakan adalah 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan dengan melakukan peninjauan terkait dampak atau implikasi yang disebakan oleh penurunan kemampuan resapan air di Kota Samarinda. 2. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan penelaahan kepustakaan sebagai referensi terhadap jalannya proses studi. 3. Survey instansi Survey instansi dilakukan untuk menggali informasi melalui data sekunder yang dapat mendukung proses identifikasi permasalahan serta analisis data. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 75 Metodologi penelitian yang dilakukan adalah dengan cara observasi pada kawasan terbangun dengan masifnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan permukiman, lahan terbangun lainnya, dan pertambangan yang berdampak terhadap penetrasi kawasan resapan air, serta menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap intensitas limpasan maupun aliran air. Adapun keterbaruan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu dengan segala keterbatasan yang ada, dapat diidentifikasikan besaran perubahan intensitas limpasan dan aliran debit air di Kota Samarinda pada tahun 2000 dengan tahun 2016. Metode analisis dalam studi ini mengacu pada pemanfaatan metode yang akan membantu menjawab pertanyaan penelitian serta mencapai sasaran. Secara garis besar, metode analisis penelitian dalam studi ini meliputi metode kuantitatif dan kualitatif. Pengaruh perubahan tata guna lahan pada aliran permukaan surface run off dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan C, yaitu perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 s/d 1, nilai C = 0 berarti semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. DAS yang masih baik C mendekati nol dan semakin rusak harga C mendekati satu. Adanya perubahan tata guna lahan mengakibatkan terjadinya perubahan siklus hidrologi setempat, artinya semakin meningkat luasan tutupan lahan oleh lapisan kedap air, menyebabkan volume aliran permukaan meningkat dan mengurangi jumlah resapan air ke dalam tanah sehingga mempengaruhi muka air tanah setempat. Besaran resapan infiltrasi dan limpasan permukaan surface run off, selain dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan juga tergantung dari kondisi geologi setempat, kemiringan lahan dan besarnya curah hujan. Koefisien air limpasan C adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air limpasan terhadap besarnya curah hujan. Secara matematis, koefisien air limpasan dapat dijabarkan sebagai berikut Nilai koefisien air limpasan merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi air limpasan sehingga ancaman terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar. Angka C berkisar antara 0 sampai 1 Asdak, 2004. Koefisien aliran dapat dibagi menjadi dua jenis Sosrodarsono and Takeda, 1993, yaitu koefisien volumetric dan koefisien aliran aliran volumetrik diperoleh dengan membagi jumlah aliran langsung dengan jumlah hujan penyebabnya. Rumus koefisien aliran volumetrik, yaitu dengan Cv koefisien aliran volumetrik q aliran langsung mm p jumlah hujan penyebabnya mm Koefisien aliran puncak merupakan perbandingan antara besarnya puncak aliran Qp dengan intensitas hujan selama waktu tiba dari banjir I dan luas daerah pengaliran A. Rumus koefisien aliran puncak, yaitu Koefisien Air Limpasan C = Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 76 dengan Cp koefisien aliran puncak Qp puncak aliran m3/det I intensitas hujan rata-rata mm/jam A luas daerah pengaliran m2 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Penggunaan Lahan Kota Samarinda 2000 dan 2016 Pada tahun 2000, tercatat sebagian wilayah Kota Samarinda masih berupa lahan kosong yang belum terbangun 80 % yang masih berupa semak, sawah, tegalan, kebun, vegetasi hijau dan rawa. Sementara lahan terbangun yang ada di Kota Samarinda pada tahun 2000 masih terpusat pada wilayah perkotaan Samarinda berupa jenis penggunaan lahan permukiman, perdagangan, pemerintahan, pendidikan dan industri. Selain berada pada kawasan perkotaan, guna lahan permukiman dan perdagangan juga berada di kawasan pinggiran Kota Samarinda yang memiliki pola linear disepanjang jaringan jalan Kota Samarinda. Pada tahun 2016, perubahan guna lahan di wilayah Kota Samarinda terlihat cukup signifikan, terutama pada aktifitas guna lahan permukiman berupa pembukaan kawasan-kawasan perumahan baru yang menyebar di setiap wilayah kecamatan di Kota Samarinda, disamping aktifitas guna lahan permukiman, aktifitas guna lahan perdagangan dan jasa, serta guna lahan industri juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yang berada di beberapa kawasan strategis perkotaan dan pinggiran Kota Samarinda. Kondisi ini apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk bagi Kota Samarinda, karena akan menyebabkan menurunnya kualitas lahan dalam menyerap air kedalam tanah. Tabel 1. Komposisi Perubahan Guna Lahan Kota Samarinda Tahun 2000 dan Tahun 2016 Badan Pertanahan Kota Samarinda, 2017 Rumah, bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 1 komposisi penggunaan lahan di kota Samarinda pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2016, menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian terus mengalami penurunan pada tahun 2000 seluas ha, menjadi ha pada tahun 2016. Dilihat dari prosentasi dengan luas wilayah kota Samarinda yang sebelum mencapai 74,72 % turun menjadi 42,33 % dari total luas wilayah kota Samarinda. Penggunanan lahan bukan pertanian meningkat pada tahun 2000 seluas ha atau 25,27 % dari total luas wilayah Kota Samarinda menjadi ha pada tahun 2016 atau 57,66 % dari luas kota Samarinda, perubahan ini terutama lahan terbangun berupa rumah dan bangunan dari ha pada tahun 2000 menjadi ha pada tahun 2016. Dalam arti bahwa perubahan tata guna lahan dari lahan pertanian kepenggunaan lahan non pertanian di kota Samarinda selama kurun waktu 15 tahun intensitasnya sangat tinggi. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 77 Berdasarkan gambar 1 dan gambar 2, terlihat komposisi perubahan guna lahan khususnya pada jenis penggunaan lahan permukiman memiliki peningkatan yang cukup signifikan. Kondisi tersebut terlihat dari sebaran guna lahan permukiman pada tahun 2000 yang sebelumnya hanya memusat pada sekitar area sungai Mahakam, dan pada tahun 2016 tersebar pada beberapa wilayah utara dan selatan Kota Samarinda yang tadinya merupakan area dengan jenis penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah area terbuka yang berfungsi sebagai resapan air catchment area dan telah berubah fungsi menjadi lahan terbangun, sehingga meningkatkan intensitas air limpasan run off lebih besar dan terjadinya air genangan atau banjir. Sumber Bappeda Samarinda, 2017 Gambar 1 Peta Penggunaan Lahan Kota Samarinda Tahun 2000 Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 78 Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Samarinda Pertumbuhan Kota Samarinda yang semakin pesat, memberikan dampak tersendiri terhadap karakteristik perubahan penggunaan lahan di Kota Samarinda. Keberadaan Kota Samarinda sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, menjadi daya tarik sendiri bagi para pendatang yang berada di luar wilayah Kota Samarinda dan Propinsi Kalimantan Timur untuk mencari pekerjaan. Urbanisasi yang terjadi di Kota Samarinda selalu mengalami peningkatan setiap mencari pekerjaan dan merantau merupakan faktor utama yang menjadi penyebab tingginya angka urbanisasi yang ada di Kota Samarinda. Peningkatan urbanisasi yang terdapat di Kota Samarinda, secara tidak langsung akan berdampak pada kebutuhan akan lahan permukiman. Meningkatnya kebutuhan lahan akan permukiman berdampak pada berkembangya pembukaan lahan-lahan baru yang ada di Kota Samarinda yang digunakan untuk kegiatan areal permukiman dan perumahan Sumber Bappeda Samarinda, 2017 Gambar 2 Peta Penggunaan Lahan Kota Samarinda Tahun 2016 Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 79 Penggunaan lahan permukiman yang meningkat tersebut juga memiliki dampak yang signifikan terhadap munculnya pusat-pusat aktivitas perekonomian baru seperti kegiatan perdagangan dan adanya urbanisasi, pembangunan Kota Samarinda yang belum merata membuat keadaan pembangunan di pusat-pusat perkotaan Samarinda menjadi padat. Proses pembangunan tersebut berdampak terhadap menurunnya lahan-lahan perkotaan yang semula berupa lahan pertanian mengalami perubahan fungsi menjadi lahan permukiman dan perdagangan. Kondisi yang ada saat ini di Kota Samarinda adalah mulai terbukanya lahan-lahan baru di pinggiran Kota Samarinda yang sebelumnya berupa lahan kosong sekarang berubah fungsi menjadi lahan permukiman dan perdagangan. Kota Samarinda yang mulai megalami pertumbuhan yang pesat memiliki daya tarik tersendiri bagi para pendatang yang berasal dari Kota Samarinda ataupun dari luar Provinsi Kalimantan Timur untuk menjadikan Kota Samarinda sebagai tempat mencari lapangan pekerjaan. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan akan kebutuhan permukiman, yang secara tidak langsung akan mengurangi keberadaan lahan kosong yang memiliki fungsi kegiatan pertanian, perkebunan serta kegiatan lainnya. Implikasi Perubahan Guna Lahan Terhadap Resapan Air di Kota Samarinda Kemampuan resapan air kedalam tanah pada umumnya lebih dipengaruhi oleh jenis tanah suatu kondisi jenis tanah yang sifatnya tetap, maka faktor penutupan lahan atau tata guna lahan memiliki peran yang signifikan dalam pengurangan atau peningkatan aliran permukaan run off sehingga mengakibatkan air yang meresap kedalam tanah menjadi kecil. Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya jumlah air hujan yang terserap kedalam tanah juga dipengaruhi faktor guna lahan pada suatu kawasan Asdak,2004. Berikut merupakan pemaparan asumsi mengenai kemampuan resapan air di Kota Samarinda berdasarkan faktor guna lahan Kota Samarinda. Menghitung Koefisien Limpasan Perhitungan koefisien limpasan merupakan dasar perhitungan mengenai berapa kemampuan kawasan dalam meresap air yang berada di atasnya berdasarkan jenis penggunaan lahannya. Adapaun perhitungan mengenai koefisien limpasan pada wilayah Kota Samarinda dapat di sajikan pada tabel 2. dan tabel 3. Tabel Koefisien Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 2, penggunaan lahan pada tahun 2000 diketahui nilai koefisien limpasan penggunaan lahan Kota Samarinda adalah sebesar 129,3283. Dimana jenis penggunaan lahan yang memiliki nilai koefisien limpasan terbesar adalah jenis penggunaan lahan sawah. Adapun nilai C =0,180123 menunjukan bahwa limpasan air hujan masih dapat terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, artinya daya dukung dan daya tampung lingkungan masih baik. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 80 Tabel Koefisien Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2016 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 3, diketahui nilai koefisien limpasan penggunaan lahan Kota Samarinda adalah sebesar 188,36. Dimana jenis penggunaan lahan yang memiliki nilai koefisien limpasan terbesar adalah jenis penggunaan lahan rumah bangunan dan halaman. Berdasarkan Tabel 3, nilai koefisien atau nilai C Kota Samarinda pada 2016 dimana nilai C kota Samarinda adalah C= 0,262343. Berdasarkan nilai koefisien tersebut diketahui bahwa koefisien aliran air pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 0,08222 atau sebesar 45,64659 % dibandingkan pada tahun 2000 yang artinya jika perubahan guna lahan yang terjadi di Kota Samarinda secara terus menerus dapat mengakibatkan nilai C mendekati 1, dimana bahwa hampir seluruh air yang ada mengalir kepermukaan yang dapat mengakibatkan tingginya angka intensitas genangan di Kota Samarinda. Menghitung peningkatan debit berdasarkan perubahan lahan dimana hutan merupakan titik acuan. Metode ini merupakan perhitungan perkiraan peningkatan debit limpasan pada wilayah penelitian dimana guna lahan hutan merupakan titik acuan dalam memperkirakan peningkatan debit air limpasan. Tabel 4. Perkiraan Debit Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 4, debit limpasan total pada wilayah Kota Samarinda pada tahun 2000 adalah sebesar m3/detik. Debit limpasan terbesar Kota Samarinda berdasarkan jenis penggunaan lahan tahun 2000 adalah jenis penggunaan lahan sawah dengan debit limpasan sebesar m3/detik. Adapun debit limpasan pada lahan terbangun untuk perumahan, bangunan dan halaman sebesar m3/detik. Sedangkan rawa-rawa dan lainnya debit limpasan rata-rata antara 402, m3/detik. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 81 Tabel 5. Perkiraan Debit Limpasan Kota Samarinda Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2016 Hasil Analisis, 2017 Rumah bangunan dan Halaman Berdasarkan tabel 5, debit limpasan total pada wilayah Kota Samarinda pada tahun 2016 adalah sebesar m3/detik. Debit limpasan terbesar Kota Samarinda berdasarkan jenis penggunaan lahan tahun 2016 adalah jenis penggunaan lahan rumah bangunan dan halaman dengan debit limpasan sebesar m3/detik. Berdasarkan nilai tabel 4 dan tabel 5, terdapat peningkatan debit limpasan pada Kota Samarinda yakni sebesar m3/dtk dari m3/detik tahun 2000 menjadi m3/detik tahun 2016 atau sebesar 23,81 %. Artinya dengan adanya perubahan guna lahan pada wilayah Kota Samarinda yang terjadi secara signifikan akan berdampak pada peningkatan debit limpasan yang akan berdampak pada peningkatan intensitas genangan yang ada di Kota Samarinda. Dengan perubahan guna lahan yang semakin mengarah kepada pembangunan yang bersifat fisik tanpa memperhatikan keberadaan ruang terbuka akan berdampak pada peningkatan air limpasan yang ada pada kawasan Kota Samarinda. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa karakterisitik perubahan lahan yang telah terjadi adalah berubahnya fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian terutama lahan terbangun untuk perumahan dan bangunan serta halaman yang cukup masif perubahannya. Pada tahun 2000 komposisi penggunaan lahan pada wilayah Kota Samarinda masih didominasi oleh guna lahan berupa area terbuka yang meliputi area sawah, lahan bukan sawah, rawa, dan area lainnya 74,72% dari luas wilayah kota Samarinda, pada tahun 2016 turun menjadi 42,33 % dari total luas wilayah kota Samarinda. Pada tahun 2016, komposisi lahan dengan area terbangun mengalami peningkatan area dengan jenis guna lahan rumah bangunan dan halaman dari tahun 2000-2016 meningkat 41, 35 %, dengan luas lahan meningkat mencapai 57,66 % dari total luas wilayah kota Samarinda dibandingkan pada tahun 2000 hanya sebesar 25,27 % dari luas lahan total wilayah kota Samarinda. Perubahan guna lahan pada wilayah Kota Samarinda disebabkan oleh faktor urbanisasi, perkembangan pembangunan Kota Samarinda yang masih terkosentrasi pada kawasan pusat Kota Samarinda, berupa pertumbuhan pusat-pusat aktifitas ekonomi; kawasan perdagangan dan jasa, serta maraknya pembangunan permukiman pada area pinggiran Kota Samarinda, sehingga dapat memacu peningkatan kebutuhan akan lahan dan berkurangnya tutupan lahan menjadi lahan terbangun. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan komposisi penggunaan lahan di wilayah Kota Samarinda adalah menurunnya kemampuan resapan air di Kota Samarinda. Penurunan kemampuan resapan tersebut dapat dilihat dari hasil analisis yang dilakukan, dimana terjadi peningkatan debit limpasan air pada wilayah Kota Samarinda dari tahun 2000 ke tahun 2016 sebesar 23,81%. Pengendalian pemanfaat jenis penggunaan lahan terkait dengan perijinan atas perubahan fungsi penggunaan lahan perlu ditingkatan berdasarkan arahan ketentuan pemanfaatan ruang di Kota Samarinda, melalui kebijakan dan tata kelola keruangan yang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 82 5. PERNYATAAN RESMI Peneliti berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu data dan informasi terutama staff BAPPEDA Kota Samarinda, Ananda Karina Mayasari, ST,MEng. dan Ananda M, ST, MSi yang telah banyak memberi masukan dan diskusi. 6. DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay,2004. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Achmandi, A, Narbuko, C, 2012. Metodologi Penelitian. JakartaBumi Aksara. Anna A. Noor, 2014. Analisis Potensi Limpasan Permukaan Run Off Menggunakan Model Cook`S Di Das Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo, Prosiding Seminar Nasional, Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan Solo, ISBN 978-602-70429-7-1,2014, DOI-https // Adianti Putri, 2015.Pengurangan limpasan air permukaan dengan memanfaatkan potensi green infrastructure di DAS hulu dan persepsi aktor terhadap potensi pengembangan green infrastructure studi kasus sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum hulu di Kabupaten Bandung. Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB. Kibler, 1982. Urban Stormwater Hydrology, Vol. 7. Washington, DC American Geophysical Union. OCLC 841205323 McNeill, al.1998.Toward ATypology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change Report of Working Group B, In Meyer, and Turner II, Editors. Changes in Land Use and Land Cover A Global Press Syndicate of The University of Merry Yelza, Joko Nugroho, Suardi Natasaputra 2012. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase Di Kota Bukittinggi, DOI- uploads/ sites/ 8/ 2012 /07/ Nurdiyanto, Lily Montarcih L, Ery Suhartanto,2016 Analisis Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Sub Das Pekalen Kabupaten Probolinggo, Jurnal Pengairan, Volume 7 Th. 2016. DOI- Pontoh N K, Sudrajat, 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No. 3, Desember 2005, hlm. 44-56, DOI- Radhea Giarkenang Nur Fauzi, Dwiyono Hari Utomo, Didik Taryana 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak di Sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi, Tahun 23,Nomor 1,Jan 2018,Hal 50-61, DOI- index. Php /jpg/issue/view/269 Santi Sari, 2011. Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Model Kineros, Jurnal Pengairan, Vol 2, No 2 2011 pp. 148-158. DOI-http // index. php /jtp/ issue/ view/13 Situmeang M. 1998. Pola Hubungan Antara Perubahan Penggunaan Lahan Dengan transformasi Struktur Ekonomi. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Sonny, Keraf,A., 2002. Etika Lingkungan, Jakarta Penerbit Buku Kompas. Sosrodarsono Suyono & Kensaku Takeda, 1993, Hidrologi untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta. Sundari, Yayuk Sri, 2015. Kajian Kondisi Bio Fisik, Debit Banjir dan Kapasitas Tampung Air Sungai pada Sub Das Karang Mumus dan Sub Das Karang Asam di wilayah Kota Samarinda Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Kehutanan Prorgam Pascasarjana Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. Suratmo, 1982. Ilmu Perlindungan Kehutanan, IPB. Suripin, 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi,Yogyakarta. -, 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah Penerbit ANDI. Warsilan/ Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 1, No 1, 2019, 71-84 Doi 83 Widjanarko, 2006. Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN. Wahyunto, M., Zainal Abidin, A. Priyono and Sunaryo, 2001.Perubahan penggunaan lahan di DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Garang, Jawa Tengah, pp. 39-63. InProceedings National Seminar on the Multi function of Paddy Fields. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. DOI-http // balittanah. Yulistiani dan Widjanarko 2013.Pengaruh Perubahan Guna Lahan Terhadap Pelayanan Drainase di Kawasan sekitar Kampus UNDIP Tembalang. Jurnal Teknik PWK Volume 2 nomor 3 2013, hal69-677., DOI-https// ... Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur yang dikenal dengan kota tepian sungai karena secara geografis dibelah oleh sungaisungai besar yaitu DAS Sungai Mahakam dan Sub DAS Karang Mumus [1]. Berdasarkan hidrologinya Kota Samarinda memiliki sekitar 20 daerah aliran sungai DAS. ...... Berdasarkan morfologinya Kecamatan Samarinda Utara berada di wilayah utara dan diperuntukkan sebagai daerah resapan air [6]. Akan tetapi, sistem resapan air berdasarkan aliran air tanah run off pada wilayah utara mengalami hambatan dan umumnya pada daerah tangkapan air catchment area berupa cekungan pada dataran rendah rawa yang kemudian secara alami mengalir ke outlet DAS Mahakam yang terletak di tengah Kota Samarinda [1]. ...Diah Putri Rachmawati Safitri Nadia Almira JordanKelurahan Sempaja Selatan termasuk daerah rawan banjir karena sistem resapan air pada wilayah utara mengalami hambatan akibat perubahan fungsi lahan, seperti pembebasan lahan untuk permukiman di daerah yang tidak sesuai peruntukkannya. Upaya pemerintah Kota Samarinda dalam penanggulangan banjir di tahun 2019 adalah perbaikan drainase, pembangunan drainase sub sistem, dan pembangunan kolam retensi sebagai solusi berkurangnya area resapan air. Berdasarkan kondisi eksisting di tahun 2021, kolam retensi hanya mereduksi banjir sebesar 3,76% dan tidak sepenuhnya menghilangkan genangan banjir, namun mengurangi lama genangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi infrastruktur hijau pengendali banjir berdasarkan preferensi stakeholder. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara kepada stakeholder yang berpengaruh selaku pelaku pembangunan infrastruktur. Analisis konten pada penelitian menggunakan kode-kode yang ditemukan dalam transkrip wawancara dengan stakeholder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh elemen infrastuktur hijau dalam kondisi ketersediaan dan dikelola secara optimal, seperti infrastuktur drainase. Dibutuhkan informasi yang mendetail dari proses pembangunan infrastruktur secara menyeluruh tentang fisik ataupun keandalan elemen terkait. Diperlukannya penambahan infrastruktur dalam pengandalian banjir serta elemen untuk mengurangi sedimen dan polutan yang tinggi pada drainase.... Sulieman 2018 menyatakan bahwa faktor utama penyebab degradasi hutan adalah perluasan secara mekanis pada hutan untuk lahan pertanian tadah hujan, penebangan pohon, kegiatan penggembalaan yang buruk dan pembangunan infrastruktur. Faktor penutupan lahan atau tata guna lahan memiliki peran yang signifikan dalam pengurangan atau peningkatan aliran permukaan run off, sehingga mengakibatkan air yang meresap ke dalam tanah menjadi kecil Warsilan, 2019. Ketika masyarakat berkebun mereka sambil mendirikan bangunan/gubuk. ...... Berubahnya daerah resapan menjadi daerah terbangun akan mengurangi bahkan meniadakan air meresap ke dalam tanah. Dampak yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan lahan adalah menurunnya kemampuan resapan air Warsilan, 2019. ...Mahmud MahmudHutan lindung mencakup 29,7% dari luas hutan negara, yang memiliki peran sangat penting. Penelitian bertujuan untuk menentukan faktor apa saja yang menyebabkan kebuntuan dalam mempertahankan hutan lindung wosi rendani HLWR. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik deskriftif, development method dan evaluative method. Hasil penelitian menunjukan adanya kelalaian pemerintah daerah dan pusat terhadap penetapan HLWR yang berkepanjangan membuat luasan HLWR menurun drastis. Terbentuknya propinsi Papua Barat dengan ibu kota propinsi di Manokwari, sementara HLWR yang hanya 2-5 km dari berdampak sepanjang jalan Sesa tidak ada sejengkal tanah pun yang kosong. Partisipasi masyarakat yang rendah terhadap HLWR, mereka merasa acuh terhadap keberadaan hutan dalam menjaga, melindungi dan mempertahankan HLWR. Pengalihan jalur transportasi yang menghubungkan Sowi dengan Jalan Trikora Rendani di sisi timur HLWR membuat ruas jalan tersebut dipenuhi kawasan-kawasan terbangun. Pemberdayaan masyarakat rendah sekitar HLWR menjadikan pemilik hak ulayat menjual lahan tanpa memperdulikan hutan lindung. Kami percaya kebuntuan dalam penetapan hutan lindung dapat memberikan wawasan baru agar tidak terulang dalam kebijakan mempertahankan/melepas hutan lindung di Indonesia bahkan dunia.... Sejumlah literatur telah menjelaskan tentang penggunaan sumur resapan tergantung pada kemampuan tanah dalam melakukan proses infiltrasi ataupun permeabilitas tanah Warsilan, 2019;Kadir, 2017. Namun, dapat diketahui secara geologis bahwa Jakarta Utara merupakan daerah dengan MAL yang cukup tinggi, dan memiliki elevasi rata-rata MAT berada di posisi 2 m. ...Rahmawati FitriaHenita Rahmayanti Bagus SumargoAn Ecological drainage becomes an application in this development project in the Kelapa Gading area. The drainage concept that is applied is a drainage system in which rainwater that falls on road surface runoff will flow directly into the water infiltration system and directly fill the ground surface water. Geologically, it can be seen that North Jakarta is an area with a fairly high ground water level MAT, and has an average MAT elevation of 2 - m. This study intends to determine the ability of this ecodrainage to reduce runoff/floods that often occur in areas with a fairly high MAL. What direct benefits can be felt in the use of ecodrainage in these flood-prone areas, thus making the basic reason for applying this ecodrainage. This study uses a dynamic systems approach. In the preparation of the dynamic system model, Powersim Studio Version 10 software will be assisted. The simulation results show that an increase in rainfall every year will provide an increasing flood potential. By using eco-drainage, it is felt that it is not optimal enough to reduce runoff in areas that have high MAT levels. However, this ecodrainage still provides broad sustainability benefits. The quantity of groundwater will slowly be filled up to the aquier layer through this ecodrainage. This step is considered to be able to help prevent the aquifer layer from being exposed and have an impact on the rate of land subsidence so that the potential for flooding will decrease.... Fungsi kawasan resapan air sebaiknya tidak mengalami perubahan menjadi lahan terbangun, jika hal itu terjadi maka fungsi dari Kawasan tersebut akan terganggu dan akan menimbulkan tidak seimbangnya siklus hidrologi sehingga dapat mengakibatkan genangan dan banjir di daerah hilir Warsilan, 2019. Kawasan resapan air memiliki fungsi untuk menyerap air hujan yang turun dan menyaring air tanah dari zat-zat yang dapat larut di dalamnya Gunawan et. ...... Hal ini menambah permasalahan disaat terjadi banjir sehingga air tidak dapat langsung melimpas ke muara jika sedang pasang. Pembangunan di Kota Samarinda mengurangi area resapan air, system drainase dan folder tidak memadai yang menjadi salah satu penyebab tingginya genangan air di Samarinda Warsilan, 2019. ... Vita PramaningsihRosana RosanaYudi SulistiyantoRatna YuliawatiABSTRAKKerusakan lingkungan hidup Kota Samarinda menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dan dinas terkait, terutama Dinas Lingkungan Hidup DLH Kota Samarinda. Permasalahan yang sering terjadi pada musim hujan adalah banjir dan tanah longsor. Masyarakat kurang informasi tentang penyebab, upaya pencegahan dan perlindungan diri dari bencana. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah melakukan sosialisasi dan pendampingan pencegahan kerusakan lingkungan di Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda. Metode yang digunakan adalah pengarahan untuk memberi informasi daerah Kecamatan Sungai Pinang yang rawan bencana longsor dan banjir. Pelaksanaan diskusi dengan memaparkan laporan per kelurahan di Kecamatan Sungai Pinang. Permasalahan yang disampaikan setiap kelurahan menjadi bahan pertimbangan pihak DLH Kota Samarinda bersama pihak terkait untuk mengatasinya. Kegiatan ini bermitra dengan Dosen Prodi D3 Kesehatan Lingkungan, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Hasil kegiatan yaitu Kelurahan Mugirejo rawan longsor karena daerah bertebing, padat pemukiman rumah dan banjir saat musim hujan, masyarakat belum memahami kondisi lahan yang cocok untuk membangun rumah. Kelurahan Sungai Pinang Dalam, masyarakat maupun pengusaha melakukan pembangunan kurang memperhatikan kondisi lahan. Kelurahan Bandara rawan banjir saat musim hujan karena gorong-gorong buntu penuh sampah, sedimen dan tertutup, begitu juga dengan Kelurahan Bandara dan Gunung lingai. Perlu adanya koordinasi di tingkat RT, Kelurahan, Kecamatan sampai ke Dinas terkait untuk mensosialisasikan lahan kritis, rawan longsor, pengelolaan sampah dan drainase bersih. Kata kunci kerusakan lingkungan; longsor; banjir; pengelolaan sampah. ABSTRACTEnvironmental degradation in Samarinda is a special concern for the government and related agencies, especially Department of Environment Samarinda City. Problems that often occur in the rainy season are floods and landslides. The community lacks information of causes and prevention and self protection efforts from disasters. The purpose of this community service activity is to carry out socialization and assistance to prevent environmental degradation in Sungai Pinang District, Samarinda. Methode used is directives to provide information on areas of Sungai Pinang District which are prone to landslides and floods. Implementation of the discussion by presenting reports per Village in Sungai Pinang District. The problems presented by each Village are considered by Department of Environment Samarinda City together with related parties to solved the problems. This activity is partnership with a lecturer in Diploma Environmental Health, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Result of the activity are Mugirejo Village is prone to landslides because the are is rocky, densely populated with houses and floods during the rainy season, people do not understand the conditions of land suitable for building houses. Sungai Pinang Dalam Village, the community and businessman ignore land condition. Bandara Village is prone flooding during the rainy season because the culverts are clogged with garbage, sediment and clogged, as same as with Bandara and Gunung lingai. There needs coordination between official in district, subdistrict and Government to socialize critical land, prone landslides, waste management and clean drainage. Keywords environmental degradation; landslide; flood; waste management.... Perubahan tata guna lahan didefinsikan sebagai berubahnya penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya atau dalam kurun waktu yang berbeda Warsilan, 2019. Penggunaan lahan berkaitan erat dengan aktivitas manusia yang mencakup pemanfaatan dan pengelolaan serta menimbulkan dampak tersendiri dalam pemanfaatan lahan Dwiyanti & Dewi, 2013. ...The fishing settlements in Karama Village have different characteristics from other settlements, because this village still maintains Mandar culture in terms of physical and non-physical aspects such as weaving lipa 'saqbe activities, fisherman cultural rituals, sandeq races, and other cultural rituals that are carried out every year. But as its development, its existence can experience a shift. This condition can occur with the presence of other cultures both intentionally or unconsciously influenced by the economic activities of the community. This study aims to identify shifts in the cultural value of the community in Karama Village, especially in the aspect of community economic activity, through stages of identifying land-use change; analyzing it changes in Karama Village due to community economic activities; formulating an analysis of policy implications for dealing with land-use change problems in Karama Village. The results of the study indicate a change in governance and land-use change in Karama Village, with seventy-four percent of buildings changing their function from residential to trade and industry, eighteen percent of buildings experienced an increase in building area due to community economic activities. Meanwhile, twenty-eight percent of buildings do not increase their building area but use their public land for economic activities Those change has significant implications for socio-economic activities that are specifically in the cultural element that is related to the economic system or livelihoodsThe high level of land use to meet the population's needs for land for settlement has led to an increase in land cover which results in high rates of rainwater runoff and reduces the amount of water that experiences infiltration. The study was conducted to review the ability of existing drainage channels to accommodate rainwater runoff and provide technical solutions to overflowing canals. The main components used in planning are rainfall to calculate the design discharge, as well as dimensions of existing drainage, soil infiltration rate test, catchment area, percentage of impermeable area, and soil elevation as the main input data in the drainage capacity simulation using the EPA SWMM 5 tool. 2 and results that the drainage is able to accommodate rainwater runoff. However, the simulation also shows that there are flood points due to higher outfall elevations so that the existing drainage is not able to drain rainwater runoff optimally. Based on this, a rainwater harvesting system PAH and infiltration wells are planned as an effort to manage and utilize rainwater runoff by collecting and reabsorbing rainwater runoff into the NursainiArman HarahapThis study aims to analyze the water quality of the Barumun river in Pinang City based on water quality criteria and formulate a pollution control strategy that needs to be implemented. The method used is descriptive and quantitative by analyzing river water quality status based on the pollution index. The results showed that the PI value of Barumun river water ranged from to The recommended pollution control strategies are 1 maintaining river border protection zones involving environmental cadres and green communities in monitoring; 2 supervision and control of water pollution along the river; 3 improving monitoring of river water quality and supervision of wastewater discharge into rivers; 4 the granting of a wastewater disposal permit IPLC to the river must pay attention to the condition of the capacity of the river's pollution load capacity and enforce environmental laws against business actors who violate the established environmental quality standards. In conclusion, the Barumun River in Kota Pinang has decreased in quality, with the status of water quality being lightly polluted. The recommendations for water pollution control strategies that need to be implemented are progressive strategies. Keywords Water Quality, Water Pollution Control, Water Quality StatusMariani MarianiMasitah MasitahHerliani HerlianiPenelitian ini bertujuan untuk kualitas sumber air di Perairan Kelurahan Sungai Pinang Luar Kota Samarinda berdasarkan penyebaran plankton dan sesuai dengan baku mutu air sungai karang mumus. Kualitas air sungai dipengaruhi kecepatan aliran sungai dan bermacam aktivitas di bantaran sungai. Kadar BOD, COD di sungai merupakan indikator adanya sumber pencemar organik seperti dari pertanian dan limbah domestik. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu penentuan lokasi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu oleh peneliti dan sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga mewakili populasi di daerah tersebut. Komposisi fitoplankton yang ditemukan selama penelitian di dominasi dari kelas Bacillariaophyceae dan Cyanophyceae ditemukan hampir disetiap stasiun pengamatan. Nilai indeks keanekaragaman H’ fitoplankton 1,42 kategori sedang. Nilai indeks keanekaragaman H’ zooplankton 1,32 kategori sedang. Dari hasil rata-rata keanekaragaman plankton yang ditemukan yang artinya distabilitas komunitas biota sedang dan kualitas air tercemar Nurhayati QodriyatunFloods almost occurred in most parts of Indonesia, including in Bengkulu. The cause of floods in Bengkulu is more due to human behavior factors, namely massive land conversion. Even though the Spatial Planning Law already regulates how the use of space should be done and how to control it. On the other hand, the government is currently planning to change the rules regarding spatial planning to facilitate licensing in investment through the Job Creation Bill. In the bill, the authority of spatial planning is the authority of the central government. The problem is how the supervision and control of spatial use are carried out in Bengkulu and what about the supervision of spatial use control later if the spatial planning authority is centralized in the central government? By using a literature study, the study shows that the central government and the regional government of Bengkulu have not conducted supervision and control over spatial use as stipulated in the Spatial Planning Law. It was proven that it only conducted a review of Bengkulu Province Spatial Planning without conducting law enforcement for violations of spatial use. On the other hand, the spatial audit conducted by the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning was not running as it should. If the authority of spatial planning is centralized to the central government, as stated in the Job Creation Bill, it is feared that the misuse of spatial use in the regions will increase. Likewise, the occurrence of the flood as a result of increased environmental damage due to spatial use that is not following its designation and function. Therefore, it is necessary to review again the plan to revoke the authority of spatial planning at the regency/city level and the provincial government level in the Job Creation hampir terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk di Bengkulu. Penyebab banjir di Bengkulu lebih dikarenakan faktor perilaku manusia, yaitu alih fungsi lahan yang masif. Padahal Undang-Undang tentang Penataan Ruang UU Penataan Ruang sudah mengatur bagaimana pemanfaatan ruang seharusnya dilakukan dan bagaimana pengendaliannya. Di sisi lain, saat ini pemerintah berencana akan mengubah aturan mengenai penataan ruang ini untuk mempermudah perizinan dalam investasi melalui RUU tentang Cipta Kerja. RUU mengatur kewenangan penataan ruang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Permasalahannya adalah bagaimana pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan di Bengkulu dan bagaimana dengan pengawasan pengendalian pemanfaatan ruang nantinya jika kewenangan penataan ruang dipusatkan di pemerintah pusat? Studi literatur digunakan untuk mengkaji dan hasil kajian menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu belum melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam UU Penataan Ruang. Terbukti hanya melakukan review RTRW Provinsi Bengkulu tanpa melakukan penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan ruang. Di sisi lain, audit tata ruang yang dilakukan Kementerian ATR/BPN tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika kewenangan penataan ruang dipusatkan ke pemerintah pusat, sebagaimana disebutkan dalam RUU Cipta Kerja, dikhawatirkan penyalahgunaan pemanfaatan ruang di daerah semakin meningkat. Demikian juga dengan kejadian banjir sebagai dampak dari meningkatnya kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukan dan fungsinya. Oleh karena itu, perlu kiranya ditinjau kembali mengenai rencana mencabut kewenangan penataan ruang di tingkat kabupaten/ kota dan di tingkat pemerintah provinsi dalam RUU Cipta Giarkenang Nur Fauzi Dwiyono UtomoDidik TaryanaPerubahan penggunaan lahan pada wilayah DAS akan mempengaruhi kondisi hidrologi DAS seperti meningkatnya debit puncak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis luas dan jenis perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Penggung tahun 2006 sampai dengan 2015. Menganalisis pengaruh luas penggunaan lahan terhadap debit puncak di Sub DAS Penggung tahun 2006 sampai dengan 2015. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode pengambilan data menggunakan metode dokumentasi dan metode observasi. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan lahan yang banyak mengalami perubahan alih fungsi yaitu hutan. Pengaruh luas penggunaan lahan terhadap debit puncak adalah sebesar 32,4%. Dari hasil dari uji regresi simultan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap debit puncak. Jenis penggunaan lahan yang berpengaruh signifikan terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun dan lahan kosong. Dari jenis penggunaan lahan tersebut, jenis penggunaan lahan yang paling berpengaruh terhadap debit puncak yaitu lahan terbangun. DOI dan Pengelolaan DASChay AsdakAsdak, Chay,2004. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Achmandi, A, Narbuko, C, 2012. Metodologi Penelitian. JakartaBumi Potensi Limpasan Permukaan Run Off Menggunakan Model Cook`S Di Das Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo, Prosiding Seminar Nasional, Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan SoloAnna A NoorAnna A. Noor, 2014. Analisis Potensi Limpasan Permukaan Run Off Menggunakan Model Cook`S Di Das Penyangga Kota Surakarta Untuk Pencegahan Banjir Luapan Sungai Bengawan Solo, Prosiding Seminar Nasional, Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan Solo, ISBN 978-602-70429-7-1,2014, DOI-https // limpasan air permukaan dengan memanfaatkan potensi green infrastructure di DAS hulu dan persepsi aktor terhadap potensi pengembangan green infrastructure studi kasusAdianti PutriAdianti Putri, 2015.Pengurangan limpasan air permukaan dengan memanfaatkan potensi green infrastructure di DAS hulu dan persepsi aktor terhadap potensi pengembangan green infrastructure studi kasus sub DAS Cisangkuy-DAS Citarum hulu di Kabupaten Bandung. Tesis. Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Stormwater HydrologyD F KiblerKibler, 1982. Urban Stormwater Hydrology, Vol. 7. Washington, DC American Geophysical Union. OCLC 841205323Changes in Land Use and Land Cover A Global Press Syndicate of The University of CambridgeO McneillL AlvesO ArizpMcNeill, al.1998.Toward ATypology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change Report of Working Group B, In Meyer, and Turner II, Editors. Changes in Land Use and Land Cover A Global Press Syndicate of The University of Perubahan Tataguna Lahan Terhadap DebitMerry YelzaJoko NugrohoSuardi NatasaputraMerry Yelza, Joko Nugroho, Suardi Natasaputra 2012. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase Di Kota Bukittinggi, DOI- uploads/ sites/ 8/ 2012 /07/ Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Sub Das Pekalen Kabupaten ProbolinggoLily NurdiyantoL MontarcihEry SuhartantoNurdiyanto, Lily Montarcih L, Ery Suhartanto,2016 Analisis Hujan Dan Tata Guna Lahan Terhadap Limpasan Permukaan Di Sub Das Pekalen Kabupaten Probolinggo, Jurnal Pengairan, Volume 7 Th. 2016. DOI Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan KotaN K PontohD J SudrajatPontoh N K, Sudrajat, 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan Dengan Limpasan Air Permukaan Studi Kasus Kota Bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No. 3, Desember 2005, hlm. 44-56, DOI- SariSanti Sari, 2011. Studi Limpasan Permukaan Spasial Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Model Kineros, Jurnal Pengairan, Vol 2, No 2 2011 pp. 148-158. DOI-http // index. php /jtp/ issue/ view/13
PengendalianKerusakan Lahan, Hutan dan Air 37 INFOMATEK Volume 6 Nomor 1 Maret 2004 PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN, HUTAN DAN AIR tentu saja bila dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan kerugian, bahkan bencana, di Beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan lain-lain sebenarnya bukan terjadi dalam tiga tahun itu saja
Luas tanah pertanian semakin berkurang ,banyak petani yang pengangguran , dan lahan pertsnian dijadikan pemukiman good luck, 1 Luas lahan pertanian semakin berkurang sehingga produktivitas pangan semakin Petani dan buruh tani kehilangan mata Hilangnya lahan ruang terbuka hijau RTH4. Berkurangnya lahan resapan air. dpak positifnya kebutuhan manusia menjadi terpenuhi karena manusia butuh tempat tinggal kalo pemukiman nggak ada manusia mau tinggal dimana? dampak positi atau negatif kak
DataDinas Kabupaten Bekasi lahan pertanian menyusut sekitar 1.500 hektar per tahun, pada 2014 masih ada 52.000 hektar, sementara pada 2017 ini jumlahnya berkurang menjadi 48.000. Lahan-lahan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Permasalahan mengenai permukiman di kota besar merupakan salah satu masalah yang terbilang cukup serius dan perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal itu disebabkan karena semakin bertambahnya waktu, maka jumlah penduduk akan semakin meningkat karena adanya urbanisasi atau pun karena faktor lain. Kawasan perkotaan yang memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang terbilang pesat menyebabkan kebutuhan akan sarana dan prasarana makin bertambah. Seperti contohnya kebutuhan masyarakat tentang perumahan sebagai tempat tinggal. Perumahan hadir menjadi solusi mengenai masalah permukiman yang kian hari makin mengalami penyempitan. Perumahan dipilih oleh sebagian masyarakat untuk dijadikan tempat tinggal karena dinilai memiliki desain yang unik dan minimalis serta kemudahan dalam hal proses pembangunan perumahan memunculkan beberapa dampak yang tidak hanya dampak positif saja namun dampak negatif pula. Ada pihak yang diuntungkan karena pembangunan tersebut, namun ada pula pihak yang merasa dirugikan karena pembangunan dapat dikatakan bahwa masyarakat mendapat penghasilan dari adanya penjualan lahan tersebut, pembangunan yang dilaksanakan juga dapat merugikan masyarakat. Kerugian yang dialami masyarakat tidak hanya disebabkan oleh adanya pembebasan lahan dan penurunan pendapatan. Kerugian juga dapat timbul akibat pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan penataan suatu wilayah serta adanya kelonggaran penegakan hukum. Pihak pengembang sendiri cenderung lebih melakukan analisis mengenai masalah yang menjadi dampak terhadap lingkungan, namun masih kurang menganalisis dalam hal dampak sosial yang mencakup ekonomi, sosial, dan budaya. Dampak tersebut akan nampak seiring berjalannya waktu bagaimana kondisi yang ditimbulkan sebelum dan setelah adanya pembangunan perumahan. Perubahan dalam bidang sosial ekonomi tampaknya juga perlu dijadikan perhatian karena berhubungan dengan hubungan suatu individu dengan individu lain atau pun sebuah kelompok dengan kelompok lainnya. Pembangunan perumahan dinilai menjadi salah satu kegiatan yang berdampak besar mengenai perubahan suatu daerah tertentu. Apalagi jika lahan yang digunakan untuk membangun perumahan berasal dari alih lahan yang awalnya kosong dan menjadi daerah resapan air. Sehingga ketika dibangun perumahan akan memunculkan sebuah permasalahan. Permasalahan yang dimaksud disini adalah mengenai pembangunan perumahan yang menyebabkan banjir. Sebagai mahluk yang diberi kelebihan berupa akal, semestinya manusia dapat berpikir bagaimana tindakan yang tepat dalam memanfaatkan sumber daya air yang ada sehingga pemanfaatan air yang tersedia dapat bekerja secara maksimal. Selain berfungsi sebagai penunjang kehidupan, penataan lingkungan yang tidak tepat juga dapat menimbulkan hilangnya fungsi air dan akan mendatangkan bencana. Permasalahan air yang kerap kali terjadi akibat penataan lingkungan yang salah adalah kerap kali melanda daerah yang tidak memiliki daerah resapan air yang bagus, sehingga ketika hujan turun air tersebut tidak meresap kedalam tanah melainkan menjadi genangan dan mengalir di permukaan. Alih fungsi lahan merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Lahan yang semula ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman seperti rerumputan maupun pepohonan kini malah menjadi lahan permukiman. Padahal berbagai jenis tanaman tadi berguna untuk mempermudah air hujan untuk meresap kedalam tanah sehingga tidak sampai terjadi genangan di permukaan. Perubahan permukaan tanah yang semula hanya lahan kosong lalu berubah menjadi permukiman akan menyulitkan air hujan yang turun untuk meresap. Tak hanya diubah menjadi perumahan, namun lahan kosong juga dimanfaatkan sebagai kawasan lain seperti tempat dibangunnya tempat usaha atau pun fasilitas lainnya yang tentunya mengubah fungsi lahan yang mengubah lahan menjadi sebuah permukiman, namun juga diubah menjadi bentuk sarana prasarana sebagai konsumsi publik atau bentuk lainnya. Dari sinilah muncul dampak positif dan dampak negatif dari pembangunan tersebut. Dampak positif dapat berupa bertambahnya lapangan pekerjaan serta menambah fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan dampak negatif nya sendiri yaitu hilangnya sebagian harga tetap milik masyarakat berupa tanah atau lahan yang diakibatkan oleh kegiatan jual beli lahan yang dilakukan antara developer dan masyarakat. Dan tentunya akan menyebabkan kerusakan lingkungan jika pembangunan tersebut tidak dikelola dengan tepat dan kabupaten Jember sendiri, sudah mulai bermunculan pembangunan perumahan yang mengubah fungsi tanah, biasanya lahan yang awalnya berfungsi sebagai lahan pertanian atau perkebunan itulah yang akan diubah menjadi lahan perumahan. Hal itu disebabkan oleh tingginya kebutuhan tempat tinggal, maka mau tidak mau lahan tersebut diubah menjadi lahan perumahan yang secara langsung akan merubah kondisi bentuk tanah. Perubahan yang terjadi diatas akan memunculkan suatu permasalahan bagi lingkungan, khususnya permasalahan dibidang air. Perubahan kondisi pada tanah yang semula hanya lahan kosong namun sekarang berubah fungsi menjadi perumahan akan menyebabkan air hujan yang turun akan sulit menyerap kedalam tanah dan menimbulkan aliran di permukaan tanah. Aliran pada permukaan tanah jika memiliki volume yang tinggi maka akan menyebabkan suatu permasalahan yang biasa kita sebut dengan banjir. Serta pengembangan perumahan yang tidak disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah tersebut masih banyak terjadi. Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi topografi, tanah, dan hidrologi suatu wilayah. Seiring berjalannya pembangunan permukiman perumahan, daya serap tanah akan berpengaruh pada bagaimana kondisi ketika hujan turun. Apakah air hujan akan menjadi aliran di permukaan yang kemudian masuk ke saluran saluran. Jika air hujan memiliki volume yang terlalu tinggi maka saluran yang disediakan tidak dapat menampung dan terjadilah banjir. Sebenarnya kondisi ini tidak akan terjadi jika saluran drainase pada perumahan memadai sehingga air yang tidak dapat meresap kedalam tanah akan mengalir lewat menyusun pembuatan drainase tentunya diperlukan beberapa data data. Seperti data hidrologi yang digunakan untuk melihat data curah hujan dari tahun ke tahun. Sehingga dapat memperkirakan debit banjir yang akan timbul ketika musim hujan untuk menentukan dimensi saluran. Kita juga memerlukan data topografi yang berupa peta yang menunjukkan hasil pengukuran langsung dari lapangan atau pun berasal dari sumber lain. Informasi yang dapat kita peroleh dari data topografi ini sendiri adalah keadaan fisik baik yang secara alami atau pun berasal dari buatan manusia serta bagaimana suatu kontur permukaan lahan. Serta dibutuhkan beberapa penunjang berupa sistem jaringan yang ada, seperti kebutuhan irigasi, air minum, listrik yang dibutuhkan masyarakat, dan lain dilihat dari berbagai permasalahan yang muncul diatas, maka perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai pembangunan perumahan dan bagaimana solusi yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan banjir yang kerap kali terjadi di perumahan. Karena sangat disayangkan sekali jika perumahan yang berfungsi sebagai tempat tinggal masyarakat malah menimbulkan permasalahan yang berdampak pada masyarakat itu sendiri. Entah bagaimana tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat selaku penghuni Kawasan itu sendiri, atau pun dari pihak pengembang sendiri mungkin dapat membenahi dari segi pembangunan jika akan dilakukan pengembangan di masa yang akan datang. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Banyak yang tadinya itu lahan-lahan resapan air tapi malah dijadikan gedung-gedung dan perumahan," kata kepada Alldo ketika dihubungi wartawan, Kamis (25/2). Pada tahun 90-an, marak terjadi peristiwa pengalihan fungsi lahan resapan air di Jakarta. Seperti di Kelapa Gading, Pantai Kapuk, Senayan dan Tomang. "Itu semua awalnya daerah resapan.
Perubahan karakter banjir genangan menjadi banjir bandang di Sungai Beringin dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menjadi sebuah indikasi bahwa telah terjadi ketidakseimbangan tata air di dalam daerah aliran sungai DAS. Alih fungsi lahan diduga menjadi salah satu faktor pemicu penurunan kualitas DAS yang berakibat pada peningkatan debit puncak aliran permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola dan laju perubahan penggunaan lahan DAS Beringin periode tahun 2009 - 2019 serta menghitung perubahan jumlah debit puncak aliran permukaan yang menjadi input sungai. Citra satelit resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth digunakan untuk memetakan pola perubahan penggunaan lahan. Laju infiltrasi diukur secara langsung di lapangan untuk mengetahui koefisien aliran pada setiap perbedaan jenis tanah dan penutup lahan. Debit puncak aliran permukaan kemudian dihitung melalui persaman rasional. Perkembangan kompleks perindustrian di sisi Barat Kota Semarang telah memicu pembangunan gedung dan permukiman yang cukup pesat di DAS Beringin. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun berdampak pada peningkatan yang cukup signifikan terhadap debit aliran puncak. Kegiatan monitoring dan konservasi DAS sangat penting dilakukan guna mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah di masa akan datang. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI III PERAN KEILMUAN GEOGRAFI DALAM AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL 2019-2024 Diselenggarakan di Auditorium Merapi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2 November 2019 BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2020 PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI III PERAN KEILMUAN GEOGRAFI DALAM AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL 2019-2024 Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Penanggung Jawab Dr. Lutfi Muta’ali, Steering Committee Aryana Rachmad Sulistya, Ketua Pelaksana La Ode Saleh Isa, Reviewer Dr. Lutfi Muta’ali, Dr. Sudrajat, Dr. Sri Rum Giyarsih, Dr. Nurul Khakhim, Ketua Panitia Acara Septi Sri Rahmawati, Wakil Ketua Panitia Acara Raudatul Jannah, Desain Sampul Wahyu Adimarta, Editor Putu Indra Christiawan, Hafidz Wibisono, Imam Arifa’illah Syaiful Huda, Faiz Urfan, Tata Letak Dita Septyana, Irwansyah, Marina Evana Putri Darise, Raudatul Jannah, E-ISBN 978-979-8786-98-3 Dipublikasikan oleh Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Jalan Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telpon +62 274 649 2340, +62 274 589595 Email Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM i KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT dan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya acara Seminar Nasional Geografi III pada tanggal 2 November 2019 dapat terlaksana. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Tema dari seminar ini ialah “Peran Keilmuan Geografi dalam Agenda Pembangunan Nasional 2019-2024”. Pembangunan Nasional menjadi topik yang mesti dipikirkan bersama untuk keberlanjutan dan kesehjateraan masyarakat Indonesia secara utuh dan keseluruhan. Pembangunan Nasional telah dirancang sedemikian rupa dalam bingkai nasional sejak era presiden pertama negeri ini sampai era kepemimpinan sekarang. Tentunya, beberapa hasil pembangunan telah nampak dan telah kita nikmati. Hasil pembangunan ini menyisakan pekerjaan rumah dalam rupa pembangunan berkelanjutan yang mesti diselesaikan melalui sinergitas antara pemerintah, masyarakat dan akademisi. Peran keilmuan geografi merupakan bagian dari sisi akademis yang dapat memberi kontribusi dalam pembangunan nasional. Penerapan pendekatan spasial dan keruangan dalam pembangunan dapat berkorelasi dengan disiplin ilmu lain sehingga sinergi yang diharapkan dapat terjadi dalam rangka memberi masukan kepada para stakeholder untuk mengambil langkah yang tepat dalam pembangunan berkelanjutan. Selain itu, peran keilmuan geografi dapat menjadi panggung dalam pentas pembangunan nasional. Olehnya itu, peran keilmuan ini dapat memberikan manfaat-manfaat dalam pembangunan nasional. Berangkat dari pemikiran tersebut, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada bermaksud menyelenggarakan seminar nasional. Kegiatan seminar ini diharapkan dapat menjadi ajang komunikasi antar mahasiswa, peneliti, para ahli dan akademisi di Indonesia, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam bentuk penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berkualitas dan memiliki daya guna untuk menunjang pengelolaan sumberdaya wilayah yang terpadu, optimal dan berkelanjutan. Kesuksesan acara ini tidak terlepas dari kontribusi dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan Seminar Nasional Geografi III 2019. Yogyakarta, April 2020 La Ode Saleh Isa, Ketua Panitia Seminar Nasional Geografi III 2019 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM ii DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii FISIK METODE WALDVOGEL DAN SEVERE HAIL INDEX SHI UNTUK MENDETEKSI KEJADIAN HUJAN ES Heriyanto Wicaksono, Amat Komi, Nabilla Aulia, Rizky Umul Nisa Fadhila, Eko Wardoyo .............................................................................................................................. 1 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK ALIRAN PERMUKAAN DI DAS BERINGIN, JAWA TENGAH Mahendra Zhafir Pratama, Rois Saida Sanjaya, Prayitno, Zulfikar Ardiansyah Fajri, Elok Surya Pratiwi, Edy Trihatmoko ................................................................................................. 9 PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CI MANUK HULU Muhammad Fitrah Pratama, Tjiong Giok Pin, Kuswantoro Marko ...................................... 17 TERUSAN SESAR KENDENG DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SECOND VERTICAL DERIVATIVE DAN MOVING AVERAGE Muhammad Akhadi, Mohamad Kamal A, Bigar Kristantyo .................................................. 26 AIR SUNGAI-SUNGAI ALOGENIK DI KAWASAN KARST GUNUNGSEWU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL PADA MUSIM KEMARAU M. Widyastuti, Ahmad Cahyadi, Tjahyo Nugroho Adji, Setyawan Purnama, Febby Firizqi, Muhammad Naufal, Fajri Ramadhan, Indra Agus Riyanto, Muhammad Ridho Irshabdillah.................................................................................................................... 36 BATUGAMPING DI WILAYAH LUWENG BLIMBING DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Eko Haryono, Muchammad Amin Nurrohman, Gemasakti Adzan, Lely Adriani Nasution, Husna Diah, Ahmad Cahyadi, Risma Sari Septianingrum .................................................... 43 LORONG GUA DI GEOSITE GUA PINDUL, GEOPARK GUNUNGSEWU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Mohammad Ainul Labib, Eko Haryono, Haviz Damar Sasongko, Ahmad Cahyadi, Eko Bayu Dharma Putra, Danardono, Roza Oktama, Tjahyo Nugroho Adji ........................ 50 PENGARUH EL NINO DAN LA NINA TERHADAP VARIABILITAS IKLIM DAN MUSIM DI KALIMANTAN TENGAH Erlita Aprilia, Sindya Nur Ritasari, Agus Safril ..................................................................... 58 KESESUAIAN PERTAMBANGAN BATU KAPUR MENGGUNAKAN SIG DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Pina Maulidina Hidayat, Muhammad Attorik Falensky ........................................................ 67 SESAR MERATUS BERDASARKAN ANOMALI GAYA BERAT MENGGUNAKAN METODE SECOND VERTICAL DERIVATIVE Denny Valeri Siregar, Mahmud Yusuf, M. Taufik Gunawan, Yuan Yulizar, Anggita Adidarma .................................................................................................................................. 76 KONDISI LAHAN DAN PETANI TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SLEMAN ANALISIS JALUR DATA SURVEI TANAMAN PANGAN TAHUN 2016-2017 Fathonah Tri Hastuti, Amalia Romadhona ............................................................................ 83 TIPE HIDROGEOKIMIA AIRTANAH MENGGUNAKAN METODE STUYFZAND DI WILAYAH KEPESISIRAN KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR Mice Putri Afriyani, Langgeng Wahyu Santosa, Tjahyo Nugroho Adji ................................ 90 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 9 PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT PUNCAK ALIRAN PERMUKAAN DI DAS BERINGIN, JAWA TENGAH Mahendra Zhafir Pratama, Rois Saida Sanjaya, Prayitno, Zulfikar Ardiansyah Fajri, Elok Surya Pratiwi, Edy Trihatmoko mahendrazhafir Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Perubahan karakter banjir genangan menjadi banjir bandang di Sungai Beringin dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir menjadi sebuah indikasi bahwa telah terjadi ketidakseimbangan tata air di dalam daerah aliran sungai DAS. Alih fungsi lahan diduga menjadi salah satu faktor pemicu penurunan kualitas DAS yang berakibat pada peningkatan debit puncak aliran permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola dan laju perubahan penggunaan lahan DAS Beringin periode tahun 2009 - 2019 serta menghitung perubahan jumlah debit puncak aliran permukaan yang menjadi input sungai. Citra satelit resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth digunakan untuk memetakan pola perubahan penggunaan lahan. Laju infiltrasi diukur secara langsung di lapangan untuk mengetahui koefisien aliran pada setiap perbedaan jenis tanah dan penutup lahan. Debit puncak aliran permukaan kemudian dihitung melalui persaman rasional. Perkembangan kompleks perindustrian di sisi Barat Kota Semarang telah memicu pembangunan gedung dan permukiman yang cukup pesat di DAS Beringin. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun berdampak pada peningkatan yang cukup signifikan terhadap debit aliran puncak. Kegiatan monitoring dan konservasi DAS sangat penting dilakukan guna mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah di masa akan datang. Kata Kunci banjir, debit puncak aliran, perubahan lahan. PENDAHULUAN Latar Belakang DAS Beringin merupakan salah satu DAS yang telah termasuk dalam kondisi DAS Prioritas di Kota Semarang dan telah mengalami gejala kerusakan. Permasalahan yang sering timbul di DAS Beringin adalah ketika musim penghujan hampir setiap tahun terjadi fenomena banjir, sedangkan ketika musim kemarau banyak wilayah yang terjadi kekeringan Setyowati, 2015. Selama tahun 2010 sampai pada tahun 2017 DAS Beringin telah mengalami 8 kali banjir dengan 2 diantaranya telah mengalami perubahan tipe banjir, dari yang semula berupa banjir genangan menjadi banjir bandang Indrayati et al., 2018. Fenomena banjir dalam suatu DAS disebabkan karena ketidakmampuan daerah aliran sungai tersebut dalam menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh pada kawasan tersebut. Sehingga sebagian air hujan yang tertampung dalam DAS akan mengalir sebagai limpasan permukaan dan hanya sebagian kecil yang dapat terserap dalam tanah Asdak dalam Setyowati, 2008. Debit aliran di suatu DAS sangat dipengaruhi oleh jenis pengguaan lahan pada kawasan tersebut. Perubahan penggunaan lahan dan curah hujan yang ekstrim akan meningkatkan jumlah aliran permukaan, selain itu pemadatan pada permukaan tanah akan mengakibatkan kapasitas infiltrasi tanah akan semakin berkurang Helengkara dalam Sriartha, 2015. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas dari suatu sistem tata air dalam suatu DAS. Permasalahan yang sering terjadi di DAS Beringin akibat perubahan penggunaan lahan seperti penurunan kualitas lingkungan, banjir, dan erosi Sanjoto dan M. Nawawi, 2014. Dewasa ini DAS Beringin telah mengalami pengembangan dan pembangunan wilayah yang cukup pesat serta mengalami perubahan penggunaan lahan dari kawasan pertanian dan hutan karet menjadi kawasan terbangun akibat dari pertambahan jumlah penduduk. Pengalihfungsian lahan yang terjadi saat ini tentunya akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi dan limpasan permukaan sehingga berpengaruh signifikan terhadap debit aliran puncak DAS Beringin Harisuseno et al., 2014. Sebagai suatu ekosistem tentunnya terdapat berbagai macam aktivitas di dalam DAS. Adapaun aktivitas dalam DAS dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem DAS seperti tata guna lahan dibagian hulu akan memberikan dampak pada bagian hilir DAS yang berupa peningkatan debit air dan sedimentasi pada bagian hilir Utami et al., 2017. Berdasarkan pengamatan pada citra Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 10 satelit resolusi tinggi yang bersumber dari Google Earth selama 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009-2019 telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan berupa peningkatan lahan terbangun, terutama pada daerah hulu dan tengah DAS Beringin. Perubahan penggunaan lahan mengakibatkan air hujan yang jatuh dalam suatu sistem DAS tidak dapat terinfiltrasi dengan baik. Dalam daur siklus hidrologi infiltrasi merupakan salah satu proses yang penting karena akan menentukan jumlah air yang masuk ke dalam tanah. Rendahnya tingkat infiltarsi ini akan mengakibatkan debit aliran permukaan meningkat sehingga berpotensi untuk terjadinya banjir Asdak dalam Fauzi et al., 2018, Arsyad dalam Soplanit dan Silahooy 2012. Adanya bencana banjir ini dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan dan ketidakseimbangan tata air dalam suatu sistem DAS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pola dan laju perubahan penggunaan lahan DAS Beringin periode tahun 2009 – 2019 serta menghitung jumlah debit puncak aliran permukaan yang menjadi input dari sungai DAS Beringin. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah bahwa informasi mengenai pola dan laju perubahan penggunaan lahan serta debit puncak aliran permukaan di DAS Beringin dapat digunakan untuk kegiatan monitoring dan konservasi DAS guna mencegah kerusakan lingkungan yang semakin parah di masa akan datang. METODE Penelitian ini dilakukan pada 8 titik lokasi di DAS Beringin, Kota Semarang, Jawa Tengah yang mana pada DAS tersebut terjadi alih fungsi lahan yang cukup signifikan dan seringnya kejadian banjir. Pengambilan titik sampel penelitian didasarkan pada jenis tanah dan penggunaan lahan. Metode penelitian ini dengan mengukur laju infiltrasi secara langsung di lapangan menggunakan alat double ring infiltrometer untuk mengetahui koefisien aliran pada setiap perbedaan jenis tanah dan penutup lahan. Perhitungan laju infiltrasi menggunakan persamaan Horton, menurut Horton kapasitas infiltrasi akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya waktu sampai mendekati nilai konstan Ardiansyah et al., 2019. F=Fc+Fo-Fce-kt Dimana F = laju infiltrasi cm/jam Fo = laju infiltrasi awal cm/jam Fc = laju infiltrasi konstan cm/jam E = bilangan dasar logaritma Naperian k = konstanta geofisik Integrasi teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis digunakan untuk identifikasi dan memetakan pola perubahaan penutup lahan. Debit puncak aliran dihitung melalui persamaan rasional dengan asumsi intensitas hujan antara tahun 2009 dan tahun 2019 adalah sama. Data curah hujan yang kami gunakan adalah data curah hujan bulanan tertinggi pada tahun 2009 di Kota Semarang, yaitu bulan februari dan bersumber dari Badan Pusat Statistik. Berikut adalah rummusnya Q = 0,278 CIA Dimana Q = debit puncak limpasan permukaaan m3/det C = koefisien aliran permukaan I = intensitas hujan mm/jam A = luas daerah pengaliran km2 Dalam rumus Q diatas, terdapat intensitas hujan. Untuk mengetahui intensitas hujan dapat menggunakan rumus I = Intensitas hujan mm/jam CH = Curah Hujan Tc = Waktu terkonsentrasi Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 11 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Tabel 1. Alat dan Bahan Double Ring Infiltrometer Citra Satelit Resolusi Tinggi Google Earth Tahun Peta Jenis Tanah DAS Beringin Peta Penggunaan Lahan hasil Digitasi Instrumen Pengukuran laju infiltrasi Software ArcGis Ms. Excel Gambar 1. Pengukuran laju infiltrasi di lapangan menggunakan alat Double Ring Infiltrometer Untuk koefisien aliran C, kami menggunakan ketetapan menurut Haryono 1999 dan Kironoto 2003. Tabel 2. Koefisien Limpasan C Pusat bisnis dan perbelanjaan Perumahan kepadatan sedang – tinggi Sumber Haryono 1999 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 12 Tabel 3. Koefisien Aliran C Tanah terbuka/tanpa tanaman Rumput bede tahun pertama Rumput bede tahun kedua Kopi dengan penutup tanah buruk Hutan alam serasah banyak Hutan produksi tebang habis Sebak belukar/padang rumput Kacang tanah + gude tanaman polongan Kacang tanah + kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Padi + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha Pola tanam tumpang gilir + mulsa jerami Pola tanam berurutan + mulsa sisa tanaman Alang – alang murni subur Sumber Kironoto 2003 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan DAS Beringin Tabel 4. Luas perubahan penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan di DAS Beringin tampak pada tabel 4. diketahui bahwa pada tahun 2009 luas penggunaan lahan didominasi oleh kebun campuran yaitu sebesar 47,95 % atau seluas 13,27 km2 dari total luas wilayah penelitian. Kemudian pada tahun 2019 luas penggunaan lahan kebun campuran mengalami penurunan sebesar 7,61% sehingga luasannya menjadi 40,34 % atau seluas 11,15 km2. Sedangkan pada tahun 2019 luas penggunaan lahan didominasi oleh lahan terbangun yaitu sebesar 41,51 % atau seluas 11,47 km2 dan mengalami peningkatan luasan dari tahun 2009. Dalam kurun waktu selama 10 tahun perubahan lahan yang paling signifikan dan berjalan dengan cepat adalah peningkatan lahan terbangun akibat perkembangan kompleks perindustrian dan pembangunan kawasan perumahan elit BSB Bukit Semarang Baru. Penurunan penggunaan lahan tegalan mengalami penurunan dari tahun 2009 yang semula 17,24 % menjadi 14,05% pada tahun 2019. Sedangkan pada semak belukar terjadi penurunan dari 1,49 % pada tahun 2009 menjadi 0,19 % pada tahun 2019. Pada lahan sawah terjadi penurunan dari semula 10,50 % menjadi 3,91 % selama rentang waktu 10 tahun. Gambar 2. Luas Penggunaan Lahan DAS Beringin Tahun 2009 Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 14 Gambar 3. Luas Penggunaan Lahan DAS Beringin Tahun 2019 Laju Infiltrasi pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Berdasarkan Jenis Tanah di DAS Beringin tahun 2019 Tabel 5. Laju infiltrasi di DAS Beringin Tahun 2019 Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol Mediteran Merah Tua dan Regosol Berdasarkan pada tabel 5. yang merupakan hasil data pengukuran laju infiltrasi di DAS Beringin dapat diketahui bahwa pada lahan terbangun memiliki laju infiltrasi yang dinyatakan dengan 0, hal ini dengan mempertimbangkan bahwa penggunaan lahan terbangun di lokasi penelitian didominasi oleh kawasan perumahan elit yang padat dan bangunan pabrik industri. Sedangkan penggunaan lahan selain lahan terbangun memiliki laju infiltrasi sedang hingga cepat. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan lahan tersebut masih terdapat perakaran tumbuhan yang merupakan salah satu faktor untuk mempercepat laju infiltrasi, terutama pada penggunaan lahan kebun campuran yang tumbuhannya bersifat heterogen. Pada penggunaan lahan tegalan dan kebun campuran dengan jenis tanah mediteran merah tua dan regosol memiliki laju infiltrasi masing-masing cepat dan sangat cepat. Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 15 Debit Puncak Aliran Permukaan DAS Beringin Tabel 6. Debit Puncak Aliran Permukaan Q per penggunaan lahan di DAS Beringin tahun 2009 Intensitas Curah Hujan I Luas Penggunaan Lahan Km² Debit Puncak Aliran Permukaan Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol Mediteran Merah Tua dan Regosol Menurut hasil perhitungan debit puncak aliran Q pada tabel 6. diketahui bahwa jenis penggunaan lahan yang menimbulkan debit puncak aliran permukaan tertinggi adalah lahan terbangun dan yang terendah adalah sawah dengan intensitas hujan sebesar 77,6 mm/jam. Koefisien aliran menggunakan ketetapan menurut Haryono 1999 dan Kironoto 2003. Perhitungan debit puncak aliran permukaan di DAS Beringin ini menggunakan pendekatan penggunaan lahan dengan tetap memperhatikan jenis tanah yang ada. Debit puncak aliran permukaan tertinggi berada pada jenis penggunaan lahan terbangun, hal ini disebabkan oleh rendahnya kawasan resapan air pada area tersebut. Kemudian disusul oleh jenis penggunaan lahan tegalan, kebun campuran. Sedangkan debit puncak aliran permukaan pada jenis penggunaan lahan sawah dan semak – semak relatif tidak terlalu tinggi karena kemampuan tanah dalam meresapkan air masih tergolong tinggi dan dibantu oleh akar akar tumbuhan di dalam tanah. Tabel 7. Debit Puncak Aliran Permukaan Q per penggunaan lahan di DAS Beringin tahun 2019 Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol Mediteran Merah Tua dan Regosol Menurut hasil perhitungan debit puncak aliran Q permukaan pada tabel 7. diketahui bahwa penggunaan lahan yang menimbulkan debit puncak aliran permukaan tertinggi adalah lahan terbangun dan yang terendah adalah sawah dengan intensitas hujan 77,6 mm/jam atau sama dengan intensitas hujan pada tahun 2009 karena diasumsikan bahwa dengan intensitas hujan yang sama dengan tahun 2009, maka akan dapat diketahui perubahan debit puncak aliran permukaannya. Koefisien aliran menggunakan ketetapan oleh Haryono 1999 dan Kironoto 2003. Penggunaan lahan dengan debit puncak aliran permukaan tertinggi pada masing – masing jenis tanah adalah lahan terbangun. Berdasarkan pada tabel 4. luas lahan terbangun merupakan yang terluas daripada penggunaan lahan lainnya ditambah dengan semakin berkurangnya lahan untuk resapan air sehingga potensi naiknya debit puncak aliran permukaan sangat besar jika intensitas curah hujan sangat tinggi. KESIMPULAN Berdasarkan perhitungan debit puncak dengan metode rasional diketahui bahwa penggunaan lahan pada lahan terbangun memiliki debit puncak aliran paling tinggi pada thn 2009 dan semakin meningkat pada thn 2019, sedangkan pada penggunaan lahan sawah memiliki debit puncak aliran Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 16 terendah baik pd thn 2009 maupun thn 2019. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS Beringin pada kurun waktu 2009 – 2019 mengalami peningkatan pada lahan terbangun sangat pesat yaitu sebesar 18,69 %. Atau seluas 5,15 km² Sedangkan pada penggunaan lahan kebun campuran, tegalan, sawah, dan semak belukar mengalami penurunan luasan selama 10 tahun terakhir masing – masing sebesar 7,61% 2,12 km², 3,19% 0,89 km², 6,59% 1,83 km², dan 1,3% 0,36 km². Dampak yang ditimbulkan adalah meningkatnya debit puncak aliran permukaan dari tahun 2009 sampai tahun 2019 sehingga sangat memungkinkan untuk terjadi banjir pada periode berikutnya jika penggunaan lahan untuk lahan terbangun semakin meluas setiap tahunnya. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada Kepala Laboratorium Geografi Bapak Dr. Juhadi, yang telah memberikan fasilitas kepada kami untuk menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR REFERENSI Ardiansyah, E. Y., Tibri, T., Lismawaty, L., Fitrah, A., Azan, S., & Sembiring, J. A. 2019. Analisa Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap Laju Infiltrasi Air. In Seminar Nasional Teknik SEMNASTEK UISU Vol. 2, No. 1, pp. 86-90. Fauzi, R. G. N., Utomo, D. H., & Taryana, D. 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Puncak di sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi, 231, 50-61. Harisuseno, D., Bisri, M., Yudono, A., & Purnamasari, F. D. 2014. Analisa Spasial Limpasan Permukaan Menggunakan Model Hidrologi di Wilayah Perkotaan. Journal of Environmental Engineering and Sustainable Technology, 11, 51-57. Indrayati, A., & Aji, A. 2018. 3D Model and morphometry of the Beringin watershed as an Effort for Flash Flood Disaster Risk Reduction in Semarang. In MATEC Web of Conferences Vol. 229, p. 04010. EDP Sciences. Setyowati, D. L. 2008. Antisipasi Penduduk dalam Menghadapi Banjir Kali Garang Kota Semarang. In Forum Ilmu Sosial Vol. 35, No. 2. Setyowati, D. L., Sriyanto, dan Kurniawan P. A. 2015. Media CD Pendidikan Kebencanaan untuk Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Kali Beringin Semarang. Edu Geography, 35. Sriartha, I Putu. 2015. Penggunaan Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografis untuk Estimasi Debit Puncak di Daerah Aliran Sungai Unda Provinsi Bali. JST Jurnal Sains dan Teknologi, 42. Soplanit, R., & Silahooy, C. 2018. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Aliran Bawah Permukaan dan Aliran Dasar di Das Batugajah Kota Ambon. Agrologia, 12. Utami, P., Aji, A., & Juhadi, J. 2017. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Tata Air Daerah Aliran Sungai Das Kreo di Kota Semarang. Geo-Image, 62, 13 Werokila, Dian. 2015. Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga Seminar Nasional Geografi III-Program Studi Pascasarjana Geografi, Fakultas Geografi, UGM 17 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Peristiwa masuknya air hujan ke dalam tanah disebut infiltrasi. Banyak hal yang mempengaruhi infiltrasi beberapa diantaranya adalah tekstur, kadar air dan porositas tanah. Tujuan studi adalah membahas seberapa besar pengaruh karakteristik fisik tanah terhadap laju infiltrasi. Studi dilaksanakan pada 15 titik lokasi di Desa Simpang Selayang Kecamatan Medan merupakan pengamatan langsung dari lapangan dengan menggunakan alat Double Ring Infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya. Terdapat dua klasifikasi laju infiltrasi pada daerah penelitian, yaitu klasifikasi lambat 1-5 mm/jam terdapat pada lokasi 1, lokasi 5, lokasi 7, lokasi 11, lokasi 12, lokasi 13, lokasi 14, lokasi 15 dan klasifikasi sedang-lambat 5-20 mm/jam terdapat pada lokasi lokasi 2, lokasi 3, lokasi 4, lokasi 6, lokasi 8, lokasi 9, lokasi 10. Dilakukan pengujian pada sampel tanah dari lokasi penelitian di laboratorium untuk mengetahui kadar air, porositas dan tekstur tanah. Hasil perbandingan hubungan karakteristik fisik tanah dengan laju infiltrasi yaitu komposisi pasir 52,1 %, porositas 72,1 % dan kadar air 53,4 % memiliki pengaruh signifikan terhadap laju infiltrasi. Kemudian dengan analisis yang lebih jauh lagi yaitu regresi linier berganda menunjukkan bahwa komposisi pasir, porositas dan kadar air secara simultan mempengaruhi laju infiltrasi sebesar 78,1 %. Kata-Kata Kunci Laju Infiltrasi, Sifat Fisik Tanah, Model Horton I. PENDAHULUAN Proses infiltrasi merupakan salah satu proses penting dalam siklus hidrologi karena infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang meresap/masuk ke dalam tanah secara langsung. Infiltrasi adalah suatu proses masuknya air kedalam tanah secara vertikal melalui permukaan tanah, kondisi ini sangat dipengaruhi oleh porositas tanah, tekstur tanah, dan kadar air tanah Arsyad, 1989. Laju infiltrasi pada tanah berbeda-beda disebabkan oleh adanya perbedaan sifat fisik tanah tersebut. Pemahaman mengenai infiltrasi dan data laju infiltrasi sangat berguna sebagai acuan perhitungan air limpasan untuk perencanaan dan rancangan sistem penirisan tambang, baik dalam pembuatan paritan atau pun dalam penanggulangan erosi pada kegiatan reklamasi. Peralihan fungsi suatu kawasan menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah dalam meresap air hujan, dikarenakan pengalihan lahan, penggunaaan lahan yang salah dan pemadatan tanah oleh alat-alat berat yang mengakibatkan terganggunya laju infiltrasi pada tanah. Tanah yang mempunyai laju infiltrasi yang buruk akan menimbulkan limpasan permukaan meski dengan curah hujan yang cukup rendah Utomo, 1989. Air hujan yang jatuh sebagian besar langsung menjadi air limpasan yang dapat mengakibatkan banjir dan erosi yang diaktifkan oleh run off Hakim, 1986. Desa Simpang Selayang merupakan daerah aliran sungai bagian tengah Middle land atau daerah peralihan antara bagian hulu dengan bagian hilir di kota Medan. Dimana air limpasan yang berasal dari hulu mengalir melewati daerah peralihan sebelum sampai ke hilir. Pentingnya peran daerah peralihan dalam menyerap air limpasan yang berasal dari hulu, agar tidak terjadi banjir di daerah hilir. Maka dari itu perlu diketahui kondisi laju infiltrasi tanah pada daerah tersebut, hingga di dapatkan data yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam perencanaan ataupun penanganan air agar tidak terjadi banjir di masa sekarang ataupun yang akan SoplanitCharles SilahooyThe study was conducted to quantify the land use changes that have occurred in the watershed Batugajah and evaluate the impact of changes in land use to changes in surface flow, inter flow and base flow. The results showed that the change in land use in the watershed Batugajah of the year 1998-2010 as follows The decline occurred from ha forest area to forest area ha or decrease, increasing the wide use of residential land of 25 ha to ha, an increase of vast improvement hamlet of 155, 65 ha to ha, an increase of The impact of land use changes as follows Runoff increased from mm to mm; annual runoff increased from mm to mm; interflo increased from mm to mm; Water yield increased from mm to mm and the base flow dropped mm to genangan akibat hujan dengan intensitas tinggi menjadi masalah utama khususnya di kawasan perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan resapan menjadi kawasan kedap air menjadi penyebab utama meningkatnya limpasan permukaan yang mendorong terjadinya banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sebaran limpasan permukaan secara spasial dengan variasi tahun penggunaan lahan dan menganalisa fungsionalitas jaringan drainase dalam mengurangi genangan yang terjadi. Penelitian ini mengambil lokasi di Sub DAS Brantas, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Analisa sebaran limpasan permukaan dilakukan dengan menggunakan model KINEROS yang diintegrasikan dengan perangkat lunak ArcView GIS Masukan dari model KINEROS adalah peta tata guna lahan, peta jenis tanah, peta topografi, dan data hujan. Nilai debit limpasan permukaan yang dihasilkan model KINEROS Qh selanjutnya ditambahkan debit air buangan Qk untuk mendapatkan debit rencana Qr . Berikutnya dilakukan analisa fungsionalitas jaringan drainase di lokasi penelitian dalam mengurangi limpasan. Hasil studi menunjukkan limpasan yang terjadi meningkat seiring dengan semakin meningkatnya luasan kawasan kedap air. Tinggi limpasan permukaan tertinggi dihasilkan tahun 2010 setinggi 142,76mm yang terjadi di Kelurahan Penanggungan. Besar limpasan yang tereduksi oleh saluran drainase yaitu sebesar 51,637 m 3 /dtk. Hasil evaluasi kemampuan saluran drainase menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa saluran yang tidak mampu menampung debit limpasan permukaan sehingga menimbulkan Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Puncak di sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu GeografiR G N FauziD H UtomoD TaryanaFauzi, R. G. N., Utomo, D. H., & Taryana, D. 2018. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Puncak di sub DAS Penggung Kabupaten Jember. Jurnal Pendidikan Geografi Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi, 231, Model and morphometry of the Beringin watershed as an Effort for Flash Flood Disaster Risk Reduction in SemarangA IndrayatiA AjiIndrayati, A., & Aji, A. 2018. 3D Model and morphometry of the Beringin watershed as an Effort for Flash Flood Disaster Risk Reduction in Semarang. In MATEC Web of Conferences Vol. 229, p. 04010. EDP Penduduk dalam Menghadapi Banjir Kali Garang Kota SemarangD L SetyowatiSetyowati, D. L. 2008. Antisipasi Penduduk dalam Menghadapi Banjir Kali Garang Kota Semarang. In Forum Ilmu Sosial Vol. 35, No. 2.Media CD Pendidikan Kebencanaan untuk Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Kali Beringin SemarangD L SetyowatiDan SriyantoP A KurniawanSetyowati, D. L., Sriyanto, dan Kurniawan P. A. 2015. Media CD Pendidikan Kebencanaan untuk Masyarakat dalam Menghadapi Banjir Kali Beringin Semarang. Edu Geography, 35.Penggunaan Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografis untukI SriarthaPutuSriartha, I Putu. 2015. Penggunaan Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografis untuk Estimasi Debit Puncak di Daerah Aliran Sungai Unda Provinsi Bali. JST Jurnal Sains dan Teknologi, 42.Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Tata Air Daerah Aliran Sungai Das Kreo di Kota SemarangP UtamiA AjiJ JuhadiUtami, P., Aji, A., & Juhadi, J. 2017. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dengan Daya Dukung Tata Air Daerah Aliran Sungai Das Kreo di Kota Semarang. Geo-Image, 62, 13Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS BanggaDian WerokilaWerokila, Dian. 2015. Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Banjir Rencana di DAS Bangga

Realitayang terjadi adalah kini banyak lahan pertanian diubah menjadi perumahan, pabrik, pom, dll. Dengan alasan ekonomi mereka merelakan lahan sawahnya dialih fungsikan. Jika dilihat lahan pertanian adalah bekal untuk hidup jangka panjang. Karena sumber daya alam tidak akan pernah habis apabila selalu diperbarui dan dirawat.

Limpahan air hujan yang tidak terkendali membuat masalah banjir. Usaha dalam menerapkan teknik drainase menjadi pilihan dalam rangka menghadapi global warming yaitu sistem drainase air hujan berwawasan lingkungan. Sistem ini menurut [Sunjoto, 2007] terdiri dari tiga kelompok yaitu Sumur Peresapan Air Hujan Recharge Well, Parit Resapan Air Hujan Recharge Trench dan Taman Resapan Air Recharge Yard dan yang terakhir ini juga disebut Taman Bertanggul [Sujono, 2005].Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan metode yaitu metode purposive sampling untuk pengukuran permeabilitas yang mempertimbangkan pengambilan sampel pada lahan yang belum diberi perkerasan seperti lahan kosong maupun pekarangan rumah sedangkan untuk pengukuran kedalaman muka air tanah dengan mengukur kedalaman permukaan air sumur eksisting dan dengan cara menggali rencana sumur resapan yang akan dipakai dalam komplek perumahan. Berdasarkan pendekatan perhitungan metode SNI 03-2453-2002 kebutuhan sumur resapan untuk menampung limpasan air hujan akibat dari tertutupnya lahan terbuka oleh rumah dan carport sebanyak 20 unit. Sedangkan sebagai pengganti lahan yang tertutup oleh paving block, dibuat 8 unit. Dengan dimensi sumur resapan diameter 1 m, kedalaman 1,5 m atau 3 buah buis beton untuk setiap sumur resapan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free i LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN AIR HUJAN DALAM PERUMAHAN SEBAGAI UPAYA KONSERVASI AIR TANAH Upaya Mempertahankan Air Tanah Akibat Dampak Pembangunan Perumahan Puri Klaseman Klaten Oleh Ir. Darupratomo, NIDN 0525126701 Muchammad Suranto, NIDN 0627116601 Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun Dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti sesuai dengan Kontrak Penelitian tahun anggran 2018 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIDYA DHARMA KLATEN Desember 2018 Kode/Nama Rumpun Ilmu 421 Teknik Sipil Bidang Fokus Bidang IX, Teknologi Manajemen Penanggulangan Kebencanaan ii HALAMAN PENGESAHAN Judul Pengelolaan Dan Pengendalian Air Hujan Dalam Perumahan Sebagai Upaya Konservasi Air Tanah Upaya Mempertahankan Air Tanah Akibat Dampak Pembangunan Perumahan Puri Klaseman Klaten Peneliti/Pelaksana Nama Lengkap Ir. DARUPRATOMO, NIDN 0525126701 Jabatan Fungsional Asisten Ahli Program Studi Teknik Sipil Nomor HP 0815 6880 720 Alamat surel email daru_pratomo daru Anggota 1 Nama Lengkap MOCH. SURANTO, NIDN 0627116601 Perguruan inggi Universitas Widya Dharma Institusi Mitra jika ada Nama Institusi Mitra tidak ada Alamat tidak ada Penanggung Jawab tidak ada Tahun Pelaksanaan Tahunke 1 satu dari rencana 1 satu tahun Biaya Tahun Berjalan Biaya Keseluruhan Klaten, 03 Desember 2018 Mengetahui, Ketua LPPM Arief Julianto Sri N., NIP/NIK. 690 301 250 Ketua, Ir. Darupratomo, NIP/NIK. 690 304 279 iii RINGKASAN Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur air hujan yang begitu banyak dantidak terkendali membuat masalah banjir. Air hujan yang berlebih apabila dikelola dengan baik dengan cara ditampung, diolah, dan dimanfaatkan kembali atau disimpan sebagai air cadangan sehingga ketika musim kemarau datang bisa dimanfaatkan sebagai sumber air hujan yang dulu dengan mudah meresap kedalam tanah pada saat hujan saat ini sebagian lahan telah tertutup bangunan hingga terjadi limpasan permukaan surface runoff meningkat. Usaha maksimal dalam menerapkan teknik drainase yang saat ini sedang menjadi pilihan dalam rangka menghadapi global warming yaitu sistem drainase air hujan berwawasan lingkungan. Sistem ini menurut [Sunjoto, 2007] terdiri dari tiga kelompok yaitu Sumur Peresapan Air Hujan Recharge Well, Parit Resapan Air Hujan Recharge Trench dan Taman Resapan Air Recharge Yard dan yang terakhir ini juga disebut Taman Bertanggul [Sujono, 2005]. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode analisis kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan metode yaitu metode purposive sampling untuk pengukuran permeabilitas yang mempertimbangkan pengambilan sampel pada lahan yang belum diberi perkerasan seperti lahan kosong maupun pekarangan rumah sedangkan untuk pengukuran kedalaman muka air tanah dengan mengukur kedalaman permukaan air sumur eksisting dan dengan cara menggalai rencana sumur resapan yang akan dipakai dalam komplek perumahan. Langkahlangkah pererncanaan sumur resapan mengikuti ketentuan dari SNI 0324532002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan. Berdasarkan pendekatan perhitungan metode SNI 0324532002 Tata caraperencanaansumurresapan air hujanuntuklahanpekaranganrumus menghitung volume air limpasan permukaan pada bidang rumah dan carport, koefisien limpasan permukaan runoff coefficient dengan C= tinggi curah hujan untuk wilayah Jawa dengan R=50 mm/hari. Volume yang bisa ditampung oleh sumur resapan Vab=23,62 m3. Volume air hujan yang meresap ke dalam tanah Vrsp=0,34 m3. Volume penampung storasi air hujan Vstorasi=23,27 m3. Dengan demikian kebutuhan sumur resapan untuk menampung limpasan air hujan akibat dari tertutupnya lahan terbuka oleh rumah dan carport sebanyak 19,77 buah sumur resapan, dalam praktek dibuat 20 unitSedangkan sebagai pengganti lahan yang tertutup oleh paving block, volume yang bisa ditampung oleh sumur resapan Vab=9,27 m3. Volume air hujan yang meresap ke dalam tanah Vrsp=0,34 m3. Volume penampung storasi air hujan Vstorasi=8,92 m3. Dengan demikian kebutuhan sumur resapan untuk menampung limpasan air hujan akibat dari tertutupnya lahan terbuka oleh paving block sebanyak 7,58 buah sumur resapan, dalam praktek dibuat 8 unit. Dengan dimensi sumur resapan diameter 1 m, kedalaman 1,5 m atau 3 buah buis beton untuk setiap sumur resapan. Kata kunci limpasan permukaan, resapan air, tampungan air iv PRAKATA Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga Laporan Kemajuan Penelitian Dosen Pemula hibah Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Ditjen Dikti Kementrian Ristek Dikti dengan judul PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN AIR HUJAN DALAM PERUMAHAN SEBAGAI UPAYA KONSERVASI AIR TANAH Upaya Mempertahankan Air Tanah Akibat Dampak Pembangunan Perumahan Puri Klaseman Klaten telah mengalami kemajuan. Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini, peneliti mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu diucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada 1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas kesediaannya untuk membiayai penelitian ini. 2. Prof. Dr. Triyono, selaku Rektor Universitas Widya Dharma Klaten. 3. Bapak Arif Julianto Sri Nugroho, selaku Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Widya Dharma Klaten. 4. Bapak Harri Purnomo, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Widya Dharma Klaten. 5. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam penelitian dan penyusunan laporan kemajuan penelitian ini. Penelitian ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, atas kritik membangun demi tercapainya kesempurnaan isi, peneliti harapkan masukannya dan diucapkan terima kasih. Akhir kata peneliti berharap semoga laporan kemajuan penilitian ini dapat memberikan tambahan cakrawala ilmu yang bermanfaat bagi pembaca dan peniliti sendiri serta sebagai dharma bakti kepada Universitas Widya Dharma Klaten. Klaten, Desember 2018 Ketua Peneliti v DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii RINGKASAN................................................................................................... iii PRAKATA........................................................................................................ iv DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ...................................... 9 BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 10 BAB V HASIL YANG DICAPAI................................................................... 13 BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ......................................... 21 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23 LAMPIRAN ..................................................................................................... viii vi DAFTAR TABEL Tabel 1. Jarak minimum sumur resapan air hujan terhadap bangunan vii DAFTAR GAMBAR Gambar Denah Site Plan Klaster Puri Klaseman Klaten Gambar Kondisi Eksisting Lahan Puri Klaeman Klaten Gambar Pembuatan Sumur Resapan Klaster Puri Klaseman Klaten Gambar Pembangunan Perumahan Klaster Puri Klaseman Klaten 1 BAB I PENDAHULUAN Upaya memelihara keberadaan serta berkelanjutan keadaan, sifat, dan fungsi air tanah agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang disebut konservasi air tanah. Pemakaian air tanah harus mempertimbangkan faktor kelestarian air tanah, yang meliputi faktor kualitas dan kuantitas air. Salah satu cara mempertahankan kuantitas air tanah adalah dengan menerapkan sumur resapan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sumur resapan dapat menambah jumlah air tanah dan mengurangi jumlah limpasan. Limpahan air hujan yang begitu banyak dan tidak terkendali membuat masalah banjir. Air hujan yang berlebih apabila dikelola dengan baik dengan cara ditampung, diolah, dan dimanfaatkan kembali atau disimpan sebagai air cadangan sehingga ketika musim kemarau datang bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih. Air hujan masuk kedalam tanah secara alami terjadi pada daerahdaerah yang porous misalnya sawah, tanah lapangan, permukaan tanah yang terbuka, hutan, halaman rumah yang tidak tertutup dan lainlain. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah pada awalnya akan membasahi tanah, bangunan, tumbuhtumbuhan dan batuan. Ketika air hujan tersebut jatuh pada daerah yang berpori maka akan meresap kedalam tanah sebagai air infiltrasi, air tersebut semakin lama akan meresap lebih dalam lagi sampai memasuki daerah akuifer dan akhirnya menjadi air tanah. Air tanah merupakan sumber air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Air tanah tersebut tersimpan dalam lapisan yang disebut akuifer. Akuifer merupakan sumber air tanah yang sangat penting. Dengan berubahnya fungsi lahan yang semula terbuka menjadi bangunan rumah dan sarana jalan sebagai akibatnya kemampuan lahan untuk meresapkan air hujan semakin berkurang yang dengan pasti akan menimbulkan peningkatan aliran permukaan atau surface runoff yang akibatnya menimbulkan berbagai genangan bahkan banjir di kala hujan terjadi. Air hujan yang dulu dengan mudah meresap kedalam tanah pada saat hujan saat ini sebagian lahan telah tertutup bangunan hingga terjadi limpasan permukaan surface runoff meningkat. Di sisi lain meningkatnya jumlah sarana prasarana ini telah menyebabkan berbagai dampak antara lain problema air tanah, problema polusi air dan problema banjir. 2 Proses pembangunan yang selalu terjadi dimanapun wilayah yang layak dihuni manusia senantiasa akan terjadi dan berkembang. Penelitian ini membatasi cakupan wilayah sempit di lokasi Klaster Perumahan Klaseman sebagai model penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Fungsi lahan berubah yang semula terbuka menjadi bangunan rumah dan sarana jalan sebagai akibatnya kemampuan lahan untuk meresapkan air hujan semakin berkurang yang dengan pasti akan menimbulkan peningkatan aliran permukaan atau surface runoff yang akibatnya menimbulkan berbagai genangan bahkan banjir di kala hujan terjadi. Air hujan yang dulu dengan mudah meresap kedalam tanah pada saat hujan saat ini sebagian lahan telah tertutup bangunan hingga terjadi limpasan permukaan surface runoff meningkat. Di sisi lain menurut meningkatnya jumlah sarana prasarana ini telah menyebabkan berbagai dampak antara lain problema air tanah, problema polusi air dan problema banjir. Usaha maksimal dalam menerapkan teknik drainase yang saat ini sedang menjadi pilihan dalam rangka menghadapi global warming yaitu sistem drainase air hujan berwawasan lingkungan. Sistem ini menurut [Sunjoto, 2007] terdiri dari tiga kelompok yaitu Sumur Peresapan Air Hujan Recharge Well, Parit Resapan Air Hujan Recharge Trench dan Taman Resapan Air Recharge Yard dan yang terakhir ini juga disebut Taman Bertanggul [Sujono, 2005]. Banjir genangan air hujan dan menurunnya permukaan airtanah groundwater terjadi di berbagai kawasan perumahan. Hal tersebut menjadi rutinitas yang terjadi setiap tahun pada musim hujan dan musim kemarau, yang menyebabkan kerugian material yang sangat besar dan berdampak menurunnya harga perumahan secara dratis. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pembuatan sumur resapan air hujan atau pembangunan pompa pengendali banjir. Salah satu faktor yang menyebabkan banjir dan menurunnya permukaan airtanah di kawasan perumahan adalah proses alih fungsi lahan. Proses alih fungsi lahan dari lahan pertanian atau hutan menjadi perumahan dapat menimbulkan dampak negatif, apabila tidak diikuti oleh upayaupaya menyeimbangkan kembali fungsi lingkungan. Di sisi lain dipicu oleh pengembangan fisik bangunan rumah yang terlalu pesat ke arah horisontal yang 3 menyebabkan tidak adanya lagi area terbuka sebagai resapan air, sehingga air yang meresap ke dalam tanah menjadi terbatas dan memperbesar volume aliran permukaan. Salah satu solusi untuk mengatasi banjir dan menurunnnya permukaan airtanah pada kawasan perumahan adalah dengan cara pencegahan sedini mungkin melalui perencanaan dari awal oleh pihak pengembang perumahan kontraktor/developer dengan mengalokasikan lahan untuk pembuatan konstruksi sumur resapan air hujan atau pompa pengendali banjir. Sistem drainase suatu kawasan perumahan biasanya direncanakan sesuai dengan jumlah volume air permukaan yang berasal dari rumahrumah perblok dengan kondisi rumah yang standar rumah belum dikembangkan.Kondisi ini yang membuat dimensi saluran drainase tidak dapat menampung lagi volume air permukaan sejalan dengan pengembangan rumahrumah, yang berakibat terjadinya genangangenangan air bahkan banjir pada kawasan tersebut dan sekitarnya. Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan diatas atap rumah dan meresapkannya ke dalam tanah. Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain 1 mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, 2 mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, 3 mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai, 4 mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, dan 5 mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah. Sumur resapan air ini berfungsi untuk menambah atau meninggikan air tanah, mengurangi genangan air banjir, mencegah intrusi air laut, mengurangi gejala amblesan tanah setempat dan melestarikan serta menyelamatkan sumberdaya air untuk jangka karena itu pembuatan sumur resapan perlu digalakkan terutama pada setiap pembangunan rumah tinggal. Adanya sumur resapan dapat mengurangi volume air limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh di atas permukaan atap bangunan rumah dialirkan melalui 4 talang terus ditampung ke dalam sumur resapan. Dengan demikian, air hujan tidak mengalir ke manamana dan mengurangi air limpasan permukaan. Pemasangan sumur resapan dapat dilakukan dengan model individual dan komunal. Sumur resapan model individual adalah satu sumur resapan digunakan untuk satu rumah, sedangkan yang satu sumur resapan komunal digunakan secara bersamasama untuk lebih dari satu rumah. Air hujan yang jatuh ke halaman rumah harus dapat diserap oleh lahan halaman rumah itu sendiri dan tidak melimpas ke luar halaman rumah. Halaman rumah secara alamiah dapat menyerap curahan air hujan, termasuk dari air hujan dari cucuran atap rumah, yang mengalir melalui talang. Dalam hal ini sumur resapan dapat ikut mengurangi sumbangan banjir dengan mengurangi volume runoff air hujan. Masuknya air hujan melalui peresapan infiltrasi inilah yang menjaga cadangan air tanah agar tetap dapat dipanen dengan mudah. Permukaan airtanah memang berubahubah, tergantung dari pasokan air dan eksploitasinya. Dengan memasukkan ke dalam sumur resapan, air hujan yang jatuh di areal perumahan tidak terbuang percuma ke selokan terus mengalir ke sungai. Banjir dan menurunnya permukaan air tanah yang melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama dan bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan atau membangun pompa pengendali banjir. Sumur Resapan Air Hujan Recharge Well merupakan alternatif pilihan dalam mengatasi banjir dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan, karena dengan pertimbangan a pembuatan konstruksi SRA tidak memerlukan biaya besar, b tidak memerlukan lahan yang luas, dan c bentuk konstruksi SRA sederhana. Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah. Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain 1 mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga memperkecil 5 kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, 2 mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, 3 mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai, 4 mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, dan 5 mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah. Dalam lingkungan perumahan tidak bisa dipungkiri dan dipastikan terjadi limpasan air permukaan surface runoff akibat tertutupnya areal tanah dengan bangunan rumah, perkerasan halaman [carport], sarana jalan [paving block disarankan masih terjadi resapan air tanah]. Dari limpasan air permukaan dikumpulkan dalam saluran drainase agar arah aliran air tidak liar. Untuk mengambil kesempatan dalam mengelola air limpasan yang terkumpul dalam saluran makan dibuatlah saluran yang bisa memberikan kesempatan air bisa meresap ke dalam tanah dengan tidak memberikan dasar saluran dengan pasangan. Sehingga masih memberikan kesempatan kepada air untuk bisa meresap ke dalam tanah semaksimal mungkin. Disamping cara tersebut juga memberikan sumur resapan pada jalur saluran drainase Recharge Trench tersebut pada titiktitik tertentu sesuai dengan perhitungan kebutuhan unit sumur resapan sebagai konversi pengganti luasan areal yang tertutup akibat pembangunan rumah dan fasilitas lainnya [carport, jalan paving]. Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan Lahan pekarangan adalah lahan atau halaman yang dapat difungsikan untuk menempatkan sumur resapan air hujan. Persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut ; 1 Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relative datar; 2 Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan yang tidak tercemar; 3 Penempatan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan bangunan sekitarnya; 4 Harus memperhatikan peraturan daerah setempat; 5 Halhal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui Instansi yang berwenang. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut ; 6 1 Kedalaman air tanah Kedalaman air tanah minimum 1,50 m pada musim hujan, 2 Permeabilitas tanah Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas tanah ≥ 2,0 cm/jam, dengan klasifikasi sebagai berikut; a permeabilitas tanah sedang geluh kelaunan 2,0 – 3,6 cm/jam atau 0,48 – 0,864 m3/m2/hari b permeabilitas tanah agak cepat pasir halus 3,6 – 36 cm/jam atau 0,864 – 8,64 m3/m2/hari; c permeabilitas tanah cepat pasir kasar, lebih besar 36 cm/jam atau 8,64 m3/m2/hari 3 Jarak terhadap bangunan Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jarak minimum sumur resapan air hujan terhadap bangunan No. Jenis Bangunan Jarak minimum dari sumur resapan air hujan m 1. Sumur resapan air hujan/ sumur air bersih 3 2. Pondasi bangunan 1 3. Bidang resapan /sumur resapan tangki septik 5 Catatan Jarak diukur dari tepi ke tepi Perhitungan sumur resapan air hujan terbagi atas 1 Volume andil banjir dapat digunakan rumus sebagai berikut Vab = 0,855. Ctadah.. Atadah. R ...................................... 1 Dimana Vab = Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan m3 Ctadah = koefisien limpasan dari bidang tadah tanpa satuan Atadah = Lias bidang tadah m2 R = Tinggi hujan harian ratarata L/m2/hari 7 2 Volume air hujan yang meresap digunakan rumus sebagai berikut  =   . .………………………………… 2 Dimana Vrsp = volume air hujan yang meresap m3 te = durasi hujan efektif jam te = 0,9. R0,92 /60 jam R = tinggi hujan harian ratarata L/m2/hari Atotal = luas dinding sumur + luas alas sumur m2 K = koefisien permeabilitas tanah m/hari untik dinding sumur yang kedap, nilai Kv = Kh, untuk dinding tidak kedap diambil nilai Kratarata Kratarata=  ………………………3 Dimana; Kratarata = koefisien permeabilitas tanah ratarata m/hari Kv = koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur m/hari = 2 Kh Kh = Koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur m/hari Ah = luas alas sumur dengan penampang lingkaran = ¼ π. D2. m2 = luas alas sumur dengan penampang segi empat = P. L. m2 Av = luas dinding sumur dengan penampang lingkaran = π. D. H m2 = luas dinding sumur dengan penampang segi empat = 2. P. L m2 3 Volume penampung storasi air hujan digunakan rumus sebagai berikut Vsstorasi = Vab – Vrsp ............................... 4 Penentuan jumlah sumur resapan air hujan, terlebih dahulu menghitung Htotal sebagai berikut 8 Htotal = .. 5 n =  ................................... 6 dimana n = jumlah sumur resapan air hujan buah Htotal = kedalaman total sumur resapan air hujan m Hrencana = kedalaman yang di rencanakan < kedalaman air tanah m Penelitian yang pernah dilakukan Eka Ayu Indramaya dan Ig. L. Setyawan Purnama 2013 melakukan penelitian Rancangan Sumur Resapan air hujan sebagai salah satu usaha konservasi air tanah di perumahan Dayu Baru Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian yang serupa juga pernah dilakukan Nopandi Valentinus Parhusip dan Ivan Indrawan 2014 Penerapan Sumur Resapan pada Perencanaan Drainase Wilayah di Kecamatan Tarutung Studi Kasus Kawasan Permukiman Kelurahan Hutatoruan VII. Penelitian Pembuatan Sumur Resapan Dalam Perumahan Sebagai Model Konservasi Air Tanah Upaya Mempertahankan Air Tanah Akibat Dampak Pembangunan bisa digunakan sebagai model pembuatan sumur resapan di wilayah Kabupaten Klaten sebagai syarat pembuatan sumur resapan saat dilakukan pembangunan yang menutup lahan terbuka dengan konversi luasan yang dibangun. BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Penelitian ini akan membahas dan mengetahui bagaimana mendapatkan pola konversi lahan tertutup yang digunakan untuk pembangunan digantikan oleh adanya sumur resapan sebagai upaya konservasi air tanah agar mengacu kepada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini menghasilkan solusi pengganti ruang terbuka yang digunakan untuk bangunan dengan sejumlah sumur resapan sebagai penggantinya. 9 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bisa diimplentasikan dalam skala yang lebih besar dan luas untuk cakupannya sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengontrol dan mengendalikan kelestarian air tanah yang lebih luas lagi. Cakupan yang lebih besar yakni Wilayah Kabupaten Klaten yang semakin hari terjadi rawan banjir di beberapa tempat, sehingga bisa menjadikan referensi untuk mengambil keputusan terhadap penanggulangan banjir secara dini. BAB IV METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode survei sedangkan untuk analisis menggunakan analisis kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua metode yaitu metode purposive sampling untuk pengukuran permeabilitas yang mempertimbangkan pengambilan sampel pada lahan yang belum diberi perkerasan seperti lahan kosong maupun pekarangan rumah sedangkan untuk pengukuran kedalaman muka air tanah dengan mengukur kedalaman permukaan air sumur eksisting dan dengan cara menggali rencana sumur resapan yang akan dipakai dalam komplek perumahan. Langkahlangkah pererncanaan sumur resapan mengikuti ketentuan dari SNI 0324532002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan. Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan desain sumur resapan antara lain a. Mengetahui Kedalaman Muka Air Tanah Kedalaman muka air tanah diketahui dari mengukur permukaan air sumur eksisting dan menggali rencana sumur resapan dan mengukur kedalaman permukaan air tanahnya. b. Mengetahui Nilai Permeabilitas Tanah Dalam Penelitian ini Nilai Permeabilitas Tanah dengan menggunakan persyaratan teknis struktur tanah yang mempunyai permeabilitas sedang geluh kelaunan 2,0 – 3,6 cm/jam atau 0,48 – 0,864 m3/m2/hari berdasarkan dari hasil klasifikasi tanah galian untuk sumur resapan. Perhitungan dan penentuan jumlah sumur resapan air hujan 1. Perhitungan sumur resapan air hujan Perhitungan sumur resapan air hujan terbagi atas 10 1 Volume andil banjir dapat digunakan rumus sebagai berikut Vab = 0,855. Ctadah.. Atadah. R Dimana Vab = Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan m3 Ctadah = koefisien limpasan dari bidang tadah tanpa satuan Atadah = Luas bidang tadah m2 R = Tinggi hujan harian ratarata L/m2/hari 2 Volume air hujan yang meresap digunakan rumus sebagai berikut  =   . . Dimana Vrsp = volume air hujan yang meresap m3 te = durasi hujan efektif jam te = 0,9. R0,92 /60 jam R = tinggi hujan harian ratarata L/m2/hari Atotal = luas dinding sumur + luas alas sumur m2 K = koefisien permeabilitas tanah m/hari untuk dinding sumur yang kedap, nilai Kv = Kh, untuk dinding tidak kedap diambil nilai Kratarata Kratarata= Dimana Kratarata = koefisien permeabilitas tanah ratarata m/hari Kv = koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur m/hari = 2 Kh Kh = Koefisien Permeabilitas Tanah Pada Alas Sumur m/hari Ah = luas alas sumur dengan penampang lingkaran = ¼ π. D2. m2 = luas alas sumur dengan penampang segi empat = P. L. m2 Av = luas dinding sumur dengan penampang lingkaran = m2 = luas dinding sumur dengan penampang segiempat = m2 3 Volume penampung storasi air hujan digunakan rumus sebagai berikut Vsstorasi = Vab – Vrsp 2 Penentuan Jumlah Sumur Resapan Penentuan jumlah sumur resapan air hujan, terlebih dahulu menghitung Htotal sebagai berikut Htotal = n =  11 Dimana n = jumlah sumur resapan air hujan buah Htotal = kedalaman total sumur resapan air hujan m Hrencana = kedalaman yang di rencanakan < kedalaman air tanah m Langkah-langkah Penelitian Langkahlangkah yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sumur resapan air hujan adalah sebagai berikut Mulai ≥ 1,5 m Kedalaman air 3 m SRAH 1 m PB ≥ 0,48 Permeabilitas Kemiringan tanah Persyaratan tidak Kriteria perencanaan R. Catap. Atadah.. Hrencana. Diameter Perhitungan dan penentuan Stop System penampungan air hujan terpusat Waduk, dan lainlain tidak tidak Ya Keterangan SRAH = Sumur Resapan Air Hujan PB = Pondasi Bangunan SRTS = Sumur Resapan Tangki Septik 12 BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI Luasan area Klaster Perumahan Puri Klaseman Klaten lebih kurang m2 dengan luas bangunan rumah dan lahan kaveling tertutup carport sebesar 650 m2 sedangkan untuk perkerasan jalanpaving block 255 m2, sisanya 595 m2 berupa open space dan taman lingkungan. Berdasarkan pendekatan perhitungan metode SNI 0324532002 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan rumus menghitung volume air limpasan permukaan pada bidang rumah dan carport, koefisien limpasan permukaan runoff coefficient dengan C= tinggi curah hujan untuk wilayah Jawa dengan R=50 mm/hari. Analisa perhitungan Sumur resapan Dengan menggunakan Rumus Perhitungan Sumur Resapan pada Bidang Rumah sebagai berikut Ctadah = 0,85Atadah = 650mR = 50mm/hari Vab =23619,38lt =23,61938m3 D = 1m H = 1,5m Ktanah = 20cm/jam = 4,8m/hari Kh = 2,4m/hari te = 32,9075menit =0,548458jam 13 Krerata = 2,742857Kv = 4,8Ah = 0,785mKh = 2,4Av = 4,71mAtotal = 5,495Vrsp = 0,344432mVstorasi = 23,27494mHtotal = 29,64961m Hrencana = 1,5m n = 19,76641Bh Dengan menggunakan Rumus Perhitungan Sumur Resapan pada Bidang Jalan Paving sebagai berikut Ctadah = 0,85Atadah = 255mR = 50mm/hari Vab = 9266,063lt = 9,266063mD = 1m H = 1,5m Ktanah = 20cm/jam = 4,8 m/hari m3/m2/hari Kh = 2,4m/hari te = 32,9075 menit 0,548458jam Krerata = 2,742857Kv = 4,8Ah = 0,785mKh = 2,4 14 Av = 4,71mAtotal = 5,495Vrsp = 0,344432mVstorasi = 8,921631mHtotal = 11,36513m Hrencana = 1,5m n = 7,576756bh Pembahasan Volume yang bisa ditampung oleh sumur resapan pada areal rumah seluas 650 m2 , koefisien limpasan permukaan runoff coefficient dengan C= tinggi curah hujan untuk wilayah Jawa dengan R=50 mm/hari. adalah Vab=23,62 m3. Volume air hujan yang meresap ke dalam tanah Vrsp=0,34 m3. Volume penampung storasi air hujan Vstorasi=23,27 m3. Dengan demikian kebutuhan sumur resapan untuk menampung limpasan air hujan akibat dari tertutupnya lahan terbuka oleh rumah dan carport sebanyak 19,77 buah sumur resapan, dalam praktek dibuat 20 unit. Dengan dimensi sumur resapan diameter 1 m, kedalaman 1,5 m atau 3 buah buis beton untuk setiap sumur resapan. Letak sumur resapan dalam penempatan di lokasi setiap unit kaveling diletakkan berada di open space bagian belakang rumah dan satunya lagi diletakkan di ruang terbuka taman depan rumah. Sedangkan sebagai pengganti lahan yang tertutup oleh paving block seluas 255 m2, koefisien limpasan permukaan runoff coefficient dengan C= tinggi curah hujan untuk wilayah Jawa dengan R=50 mm/hari, volume yang bisa ditampung oleh sumur resapan Vab=9,27 m3. Volume air hujan yang meresap ke dalam tanah Vrsp=0,34 m3. Volume penampung storasi air hujan Vstorasi=8,92 m3. Dengan demikian kebutuhan sumur resapan untuk menampung limpasan air hujan akibat dari tertutupnya lahan terbuka oleh paving block sebanyak 7,58 buah sumur resapan, dalam praktek dibuat 8 unit. Dengan dimensi sumur resapan diameter 1 m, kedalaman 1,5 m atau 3 buah buis beton untuk setiap sumur resapan. Letak sumur resapan dalam penempatannya diletakkan disetiap 15 perbatasan unit kaveling satu dengan lainnya berada dibawah saluran drainase jalan. Plotting dalam gambar perencanaan area permukiman dengan lausan lebih kurang 1500 m2 dengan luas bangunan rumah dan lahan kaveling tertutup carport sebesar 650 m2 sedangkan untuk perkerasan jalanpaving block 255 m2, sisanya 595 m2 berupa open space dan taman lingkungan sebagai berikut GAMBAR DENAH SITE PLAN KLASTER PURI KLASEMAN KLATEN 16 GAMBAR KONDISI EKSISTING LAHAN PURI KLASEMAN KLATEN 17 GAMBAR PEMBUATAN SUMUR RESAPAN KLASTER PURI KLASEMAN 18 GAMBAR KONDISI KLASTER PURI KLASEMAN SETELAH SELESAI BAB VI RENCANA TAHAP BERIKUTNYA Penelitian dosen pemula ini merupakan penelitian satu tahun sehingga penelitian selesai dilakukan pada tahun ini pula. Namun penelitian tentang PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN AIR HUJAN DALAM PERUMAHAN SEBAGAI UPAYA KONSERVASI AIR TANAH Upaya Mempertahankan Air Tanah Akibat Dampak Pembangunan Perumahan Puri Klaseman Klaten masih perlu dilanjutkan untuk cakupan yang lebih luas lagi, yakni untuk areal yang meliputi wilayah perkotaan dimana perkembangan pembangunan perumahan dan industri semakin pesat. 19 Dalam cakupan tingkat administrasi Kabupaten Klaten perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut, mengingat dari waktu ke waktu daerah Klaten bagian Selatan meliputi Kecamatan Gantiwarno, Wedi, Bayat, Cawas, Pedan dan Karangdowo merupakan daerah potensi terjadi banjir yang mana daerah tersebut merupakan daerah rendah wilayah Klaten pertemuan daerah tinggi bagian Selatan yakni Kabupaten Wonosari Yogyakarta dan bagian Utara wilayah Klaten dataran Tinggi Gunung Merapi. Penelitian lanjutan nanti mencakup wilayah se Kabupaten Klaten dengan rencana hasil rekomendasi untuk membuat bangunan tangkapan air agar bisa mengurangi aliran air permukaan yang menuju ke wilayah tersebut di atas. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Jumlah sumur resapan yang dibangun pada kaveling sebagai penampung limpasan air hujan dari semua atap bangunan rumah dan carport sebanyak 20 unit yang diletakkan pada masingmasing unit kaveling setiap satu unit kaveling dibangun 2 unit sumur resapan yang mana satu unit diletakkan dibagian belakang ruang terbuka kaveling dan satu unit diletakkan di bagian depan ruang terbuka rumah taman dengan dimensi sumur resapan diameter 1 m, kedalaman 1,5 m. Jumlah sumur resapan yang dibangun pada sepanjang saluran drainase sebagai penampung limpasan air hujan dari jalan paving block sebanyak 8 unit yang diletakkan di perbatasan antar unit kaveling berada di bawah saluran drainase dengan dimensi sumur resapan diameter 1 m, kedalaman 1,5 m. Saran Perlu diadakan penelitian lebih detail lagi untuk menentukan nilai permeabilitas tanah setempat agar akurasi data lebih baik, untuk menghitung volume air yang meresap ke dalam tanah. Mengingat karakteristik dari tanah di lingkungan Kabupaten Klaten bervariasi mulai dari tanah yang berpasir, lempung sampai bebatuan. Perlu data curah hujan pada stasiun terdekat dari wilayah penelitian untuk mendapatkan nilai tinggi hujan harian rerata yang mendekati nilai sebenarnya. 20 Penggunaan hasil penelitian bisa diimplementasikan untuk cakupan yang lebih luas lagi yakni untuk wilayah Kabupaten Klaten. Konversi pembuatan sumur resapan secara komunal bisa dialokasikan pada lahan terbuka hijau atau fasilitas umum baik yang berada di lingkungan perumahan maupun lingkungan terbuka lainnya milik pemerintah. Sehingga pembuatan sumur resapan bisa menggantikan cadangan resapan air tanah pada lahan/area yang tertutup oleh bangunan dan sarana lainnya. Demikian juga pada area industri perlu adanya kontrol pengendalian terhadap pembuatan sumur resapan atau area cekungan untuk menampung air limpasan permukaan sebagai pengganti muka tanah terbuka yang dipakai sebagai bangunan industri. 21 DAFTAR PUSTAKA Bradja M. Das., 1993, Mekanika tanah Prinsip-prinsip, rekayasa geoteknik, jilid 1, penerbit Erlangga Jakarta; BSN, 2002, SNI 0324532002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Eka, A.,I., dan Ig. L. Setyawan P., 2013, Rancangan Sumur Resapan air hujan sebagai salah satu usaha konservasi air tanah di perumahan Dayu Baru Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Moh. Masduki Hardjosuprapto, Ir, 1999, Drainase perkotaan; Nopandi V., P., dan Ivan I., 2014, Penerapan Sumur Resapan pada Perencanaan Drainase Wilayah di Kecamatan Tarutung Studi Kasus Kawasan Permukiman Kelurahan Hutatoruan VII. Sunjoto, 2007, Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran, Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulanagan Dampak Pengambilan Air Tanah, Dept. ESDM. PLG, Jakarta 6 September 2007. Sujono, 2005, Laporan Penelitian Survei Drainase Lingkungan Kampus, Yogyakarta Ai RustiniSulwan PermanaKabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi Jawa Barat yang beriklim tropis basah, hal ini menyebabkan curah hujannya cukup tinggi sehingga terdapat beberapa lokasi yang sering mengalami luapan air yang tinggi atau biasa disebut banjir. Pembangunan embung merupakan langkah yang bisa diambil dalam penanganan banjir yang terjadi di salah satu daerah di Garut yaitu Jl. Bratayudha. Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan tipe embung yang cocok dengan tempat perencanaan serta menetukan kapasitas tampungan embung tersebut dengan menggunakan metode perhitungan analisis hidrologi yang meliputi hujan rencana dengan menggunakan Distribusi Normal, Log Normal 2 dan 3 parameter, Gumbel tipe I dan Log Pearson tipe III. Volume embung ditentukan dengan luasan genangan embung berdasarkan elevasi data kontur pada peta topografi. Tahap terakhir adalah menentukan material konstruksi. Hasil perencanaan Embung Bratayudha mempunyai luas 6480 m² dengan volume maksimum m³ dan elevasi maksimum 40,4 + m. Untuk tubuh embung direncanakan berupa dinding turap batu kali yang dilapisi oleh bahan kedap air dan dikombinasikan dengan beton bertulang. Embung Bratayudha ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pengairan lahan pertanian warga. Selain itu, letak embung yang berada pada level muka tanah yang tinggi dan pemandangan alam yang elok, diharapkan dapat menjadi obyek pariwisata baru di Kabupaten FirmansyahSulwan PermanaIndonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan kemajuan peningkatan insfrastuktur serta pembangunan-pembangunan yang terus terjadi. Hal ini mengakibatkan indonesia khususnya Kabupaten Garut sangat rawan terjadi banjir serta kelebihan limpasan air hujan dikarenakan lahan resapan air yang sudah berkurang akibat pembangunan yang terus menerus dilakukan. Oleh karena itu diperlukan suatu rekayasa untuk mencegah banjir tersebut salah satunya yaitu membuat sumur resapan atau yang sering disebut dengan drainase vertikal. Lokasi penelitian ini diambil pada wilayah sekitar Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Dengan mengambil curah hujan dari 3 pos hujan yaitu stasiun hujan Kecamatan Tarogong Kidul, Kecamatan Garut Kota serta Kecamatan Samarang. Sedangkan untuk perencanaan sumur resapan ini mengacu pada SNI 8456 2017 dan SNI 03 -2453-2002. Perencanan sumur resapan ini memiliki beberapa tahap antara lain seperti menghitung curah hujan menggunakan Metode Mononobe, Perhitungan Infiltrasi, Analisis Curah Hujan Efektif, Analisis Andil Banjir serta Menentukan Kebutuhan Sumur Resapan yang digunakan pada wilayah Kecamatan Tarogong Kidul tersebut dengan ukuran dimensi sumur resapan yang diperhitungkan. Penggunaan Sumur Resapan ini dapat mecegah terjadinya banjir atau limpasan air yang berlebih dan bisa diterapkan untuk 6 sampai 9 tahun yang akan datang. Dengan debit andil banjir sebesar 251472 m3/jam dan luas dingding sumur 9,42m2, luas alas sumur 0, tanah Prinsip-prinsip, rekayasa geoteknik, jilid 1M BradjaDasBradja M. Das. 1993. Mekanika tanah Prinsip-prinsip, rekayasa geoteknik, jilid 1. Jakarta Penerbit 03-2453-2002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan PekaranganNasional Badan StandardisasiBadan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-2453-2002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Sumur Resapan pada Perencanaan Drainase Wilayah di Kecamatan Tarutung Studi Kasus Kawasan Permukiman Kelurahan Hutatoruan VIIV NopandiP Dan IvanNopandi V., P., dan Ivan I. 2014. Penerapan Sumur Resapan pada Perencanaan Drainase Wilayah di Kecamatan Tarutung Studi Kasus Kawasan Permukiman Kelurahan Hutatoruan VII.Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran, Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulanagan Dampak Pengambilan Air TanahSunjotoSunjoto. 2007. Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran, Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulanagan Dampak Pengambilan Air Tanah, Dept. ESDM. PLG, Jakarta 6 September Penelitian Survei Drainase Lingkungan KampusSujonoSujono. 2005. Laporan Penelitian Survei Drainase Lingkungan Kampus, Sumur Resapan air hujan sebagai salah satu usaha konservasi air tanah di perumahan Dayu Baru Kabupaten Sleman Daerah Istimewa YogyakartaA EkaI L Dan IgP SetyawanEka, A.,I., dan Ig. L. Setyawan P. 2013. Rancangan Sumur Resapan air hujan sebagai salah satu usaha konservasi air tanah di perumahan Dayu Baru Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
perencanaansumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan di perumahan pondok indah sesela kecamatan gunung sari kabupaten lombok barat design of rainwater absorption wells in the field yard of pondok indah sesela residence gunung sari perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan di perumahan pondok indah sesela kecamatan Setiap tahunnya populasi manusia di bumi terus mengalami peningkatan. Hal ini terjadi hampir setiap negara terutama di negara berkembang. Perpindahan penduduk dari pedesaan menuju perkotaan menjadi salah satu bukti dari semakin banyaknya jumlah penduduk di dunia. Tidak hanya itu saja, sekarang ini di kota – kota besar sudah banyak ditemukan gedung bertingkat yang dimanfaatkan sebagai tempat tinggal oleh sebagian besar orang yang memutuskan untuk tinggal di perkotaan, sebagai akibat dari banyaknya jumlah penduduk sehingga sudah tidak tersedia lahan kosong untuk dijadikan tempat tinggal. Maka tidak heran terjadi kepadatan jumlah penduduk di daerah yang terjadi di perkotaan sudah tentu menjadi masalah tersendiri yang harus dihadapi oleh orang – orang yang tinggal di sana. Polusi udara, polusi suara hingga polusi cahaya yang sudah biasa terjadi di perkotaan. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus berpikir dalam menyelesaikan permasalahan ini. Salah satunya dengan membuka lahan baru demi membangun perumahan sebagai sarana tempat tinggal masyarakat di luar kota – kota ini lahan kosong yang tersedia dapat dikatakan cukup untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Namun tidak semua lahan tersebut mampu menampung populasi penduduk yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga pemerintah memutuskan untuk membuka lahan perhutanan sebagai bentuk pengalihan lahan menjadi perumahan. Tentu hal tersebut menimbulkan sisi positif dan juga negatif dari beberapa pihak. Lalu apa sajakah dampak positif dan negatif pengalihan lahan hutan untuk perumahan? Berikut Positif Pengalihan Lahan HutanMenciptakan lapangan pekerjaan baruUntuk membangun suatu daerah perumahan sudah tentu membutuhkan tenaga pekerja yang tidak sedikit jumlahnya. Sehingga sangat besar kemungkinan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru di daerah tersebut. Tenaga kerja yang direkrut bisa didatangkan dari luar kota atau pinggir kota, dengan begitu jumlah pengangguran akan berkurang investor yang berasal dari segala bidangJika sebuah perumahan dibangun di atas lahan yang sangat strategis, sudah tentu akan menarik banyak investor untuk berinvestasi atau menamkan modal di sini. Tentunya itu akan memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak pengelola perumahan. Dengan begitu, pembangunan perumahan akan berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun selama proses pembangunan perumahan taraf hidup masyarakatDengan dialihkannya lahan hutan menjadi perumahan, otomatis masyarakat di sekitar kawasan juga ikut berdampak. Dalam membangun perumahan sudah tentu akan tersedia berbagai macam fasilitas pendukung seperti akses jalan yang baik. Jika sudah begitu sistem transportasi bukan lagi menjadi penghalang dalam menyalurkan barang dan jasa. Sehingga kehidupan masyarakat sudah tentu akan meningkat taraf pendapatan masyarakatDi saat bersamaan, pembangunan perumahan juga ikut menciptakan berbagai macam kegiatan seperti industri hingga transportasi. Dan itu sudah tentu mendorong masyarakat untuk berpikir dan bergerak dalam upaya meningkatkan pendapatan. Biasanya di dalam perumahan, sudah tentu harus tersedia berbagai macam fasilitas untuk melayani dan mensejahterakan penduduk di perkotaan berkurangBanyak orang dari desa selalu datang ke kota setiap tahunnya, dan sudah tentu hal tersebut menjadikan daerah perkotaan menjadi lebih padat. Jika telah dibangun perumahan di luar wilayah perkotaan, dapat dipastikan orang – orang akan berpikir untuk berpindah keluar dari wilayah perkotaan menuju daerah perumahan yang tidak terlalu padat penduduk. Seiring berjalannya waktu, daerah perumahan juga menyediakan berbagai macam fasilitas yang sama lengkapnya seperti di perkotaan. Dengan beralihnya orang – orang untuk pindah di daerah perumahan, sudah tentu akan menurangi kepadatan di pusat Negatif Pengalihan Lahan HutanHilangnya daerah resapan air hujanSaat hujan turun, air akan masuk ke dalam pori – pori tanah dan tertampung menjadi sumber air tanah, sebagian air hujan ada yang ikut mengalir ke sungai lalu menuju laut untuk kemudian menguap membentuk awan kembali, itulah yang dinamakan dengan siklus hidrologi. Jika daerah resapan seperti lahan perhutanan sudah tidak ada, akibat telah tertutup oleh perumahan, kemungkinan air hujan yang menyerap ke dalam tanah tidak terlalu banyak dan sebagian besar hanya akan hanyut terbawa sungai. Karena air hujan yang terserap masuk ke dalam tanah tidak banyak, maka ketersediaan air tanah juga ikut bencana alamSeperti yang kita tahu jika hutan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup. Apa jadinya jika hutan sudah berubah menjadi perumahan? Sudah tentu akan menimbulkan bencana alam seperti banjir hingga tanah longsor yang sebagai akibat dari hilangnya resapan air hujan. Banjir akan sangat dirasakan di daerah yang berada di hulu sungai, hal ini disebabkan oleh volume air sungai yang meningkat saat hujan turun. Tanah longsor yang terjadi sebagai akibat dari sudah hilangnya pohon yang menahan tanah agar tetap tertahan saat hujan. Di beberapa daerah juga bisa terjadi banjir bandang yang tidak hanya merusak tetapi juga menghilangkan korban pencemaran lingkunganSeiring bertambahnya populasi manusia, berbagai macam bentuk kegiatan manusia akan menghasilkan limbah. Sayangnya, masih banyak ditemukan orang – orang yang belum sadar akan menjaga kebersihan lingkungan sekitar sehingga menimbulkan berbagai macam pencemaran. Seperti contoh penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil atau pembungan limbah rumah tangga dan industri yang tidak sesuai dengan tempat, yang sudah tentu akan menimbulkan pencemaran baik tanah, udara hingga sumber lahan pertanian dan perkebunanMakanan menjadi salah satu faktor penting yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Jika jumlah penduduk terus meningkat, maka jumlah makanan juga harus ikut meningkat. Namun, apa jadinya jika lahan pertanian serta perkebunan telah hilang. Sudah tentu ketersediaan makanan akan terhambat. Tidak heran jika ditemukan banyak orang yang kelaparan dan tidak bisa makan akibat dari berkurangnya pasokan makanan. Bagi petani, sudah dipastikan mereka kehilangan mata pencahariannya akibat pengalihan fungsi lahan menjadi untuk memajukan suatu bangsa tidaklah mudah. Ada dampak positif dan negatif yang bisa terjadi ke depannya. Namun, jika telah dirancang dengan perencanaan yang baik dan sesuai dengan prosedur, setidaknya hal itu akan mengurangi efek negatif dari membangun perumahan di lahan hutan. Semoga informasi di atas bisa menambah pengetahuan.
Pengalihanlahan resapan air menjadi Perumahan akan mengakibatkan - 26750397 pindriani018 pindriani018 08.02.2020 Biologi Sekolah Menengah Pertama terjawab 10. Pengalihan lahan resapan air menjadi Perumahan akan mengakibatkan a banjir b. kemarau d. air meresap c.gersang d. longsor. tolong jawb 2 Lihat jawaban Iklan Iklan riana3164 riana3164
Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai pemukiman atau pesawahan dikonversi demi perluasan area bandara merupakan dampak perkembangan iptek terhadap perubahan ruang di bidang.. Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai pemukiman atau pesawahan dikonversi demi perluasan area bandara merupakan dampak perkembangan iptek terhadap perubahan ruang di bidang Geografi Lahan yang sebelumnya digunakan sebagai pemukiman atau persawahan dikonversi demi perluasan area bandara merupakan dampak perkembangan Iptek terhadap perubahan ruang di bidang Geografi. .
  • 80tn19qrel.pages.dev/312
  • 80tn19qrel.pages.dev/350
  • 80tn19qrel.pages.dev/91
  • 80tn19qrel.pages.dev/101
  • 80tn19qrel.pages.dev/132
  • 80tn19qrel.pages.dev/325
  • 80tn19qrel.pages.dev/65
  • 80tn19qrel.pages.dev/46
  • 80tn19qrel.pages.dev/375
  • pengalihan lahan resapan air menjadi perumahan akan mengakibatkan